askeb VI patologi persentasi 1
Sabtu, 01 Februari 2014
ASKEB IV PATOLOGI
Tugas Askeb
IV (Patologi )
Abortus , KET dan Mola Hidatidosa
DI
SUSUN OLEH :
Irma kinanti 201207157
Mutiara saimona 201207104
Nia Ardilla 201207170
Kelas : II C
Akademi
Kebidanan Adila
Bandar Lampung
T.A 2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur
dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyrelesaikn makalah ini sebagai
tugas mata kuliah dengan judul “ makalah askeb IV (patologi) tentang abortus,
KET dan mola hidatidosa ” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih
banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan saran
dan kritik yang membangun terutama dari
dosen mata kuliah serta pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Penulis berharap
semoga hasil dari penulisan makalah ini kelak dapat bermanfaat bagi pihak-pihak
yang membutuhkan.
Bandar
Lampung, 03 Februari 2014
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................. i
KATA PENGANTAR .......................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang............................................................................ 1
2. Rumusan Masalah .................................................................... 3
3. Manfaat
Penulisan ..................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
A.
Abortus ................................................................................. 4
1.
Pengertian
Abortus …………………………………
4
2.
Etiologi abortus ………………………………………. 5
3.
Klasifikasi abortus ……………………………………. 6
4.
Efek dan resiko abortus ………………………………. 8
5.
Dampak abortus ………………………………………. 10
6.
Penanganan abortus …………………………………... 10
B.
Kehamilan
ektopik terganggu …………………………… 15
1.
Pengertian KET ………………………………………. 15
2.
Etiologi ……………………………………………….. 15
3.
Patosiologi …………………………………………..... 16
4.
Manifestasi klinis
……………………………………… 18
5.
Tanda dan gejala
………………………………………. 19
6.
Komplikasi
…………………………………………….. 20
7.
Pemeriksaan
penunjang ………………………………… 21
8.
Penatalaksaan …………………………………………... 23
C.
Mola
hidatidosa…………………...........……………………. 24
1.
Pengertian mola
hidatidosa ……………………………. 24
2.
Tanda dan gejala
……………………………………….. 26
3.
Gambaran
diagnosis ……………………………………. 27
4.
Penatalaksaan
atau pengobatan …………………………. 28
5.
Prognosis
mola hidatidosa ………………………………. 30
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................... 31
B. Saran
.................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Abortus atau abortus
berulang merupakan kejadian yang paling sering dijumpai pada kehamilan, walapun
populasi keduanya berbeda dan penyebabnya masih membutuhkan pemahaman dan
penelitian lebih lanjut. Umumnya jumlah prevalensi keguguran sekitar 10-15 %
dari semua tanda klinis kehamilan yang dikenali (Simpson dan Carson 1993;
Simpson dan Mills 1986; Zimmerman et al. 1996), tapi secara empiris estimasi dan
prevalensi masih bervariasi dari yang terendah 2-3% sampai yang tinggi sekitar
30%.1 Tiga penyebab klasik
kematian ibu di dunia ini disebabkan oleh 3 faktor yaitu keracunan kehamilan,
perdarahan, infeksi sedangkan penyebab
ke empat yaitu abortus. WHO melaporkan setiap tahun 42 juta wanita mengalami
kehamilan yang tidak diinginkan unintended
pregnancy yang menyebabkan abortus, terdiri dari 20 juta merupakan unsafe abortion, yang paling sering terjadi pada
negara-negara dimana abortus itu illegal. 2
Menurut WHO dan
Guttmacher, sekitar 68.000 wanita mati setiap tahunnya dikarenakan komplikasi
yang disebabkan oleh unsafe abortion dan
sekitar dua juta sampai tujuh juta wanita setiap tahunnya selamat dari unsafe
abortion namun penyembuhan jangka panjang ( abortus inkomplit, infeksi
(sepsis), perdarahan, dan trauma pada organ internal.
Kehamilan ektopik adalah suatu
kehamilan dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh diluar
endometrium kavum uteri. Kehamilan ektopik dapat mengalami abortus atau ruptur
pada dinding tuba dan peristiwa ini disebut sebagai Kehamilan Ektopik
Terganggu.
Sebagian besar kehamilan ektopik
terganggu berlokasi di tuba (90%) terutama di ampula dan isthmus. Sangat jarang
terjadi di ovarium, rongga abdomen, maupun uterus. Keadaan-keadaan yang
memungkinkan terjadinya kehamilan ektopik adalah penyakit radang panggul,
pemakaian antibiotika pada penyakit radang panggul, pemakaian alat kontrasepsi
dalam rahim IUD (Intra Uterine Device), riwayat kehamilan ektopik sebelumnya,
infertilitas, kontrasepsi yang memakai progestin dan tindakan aborsi.
Gejala yang muncul pada kehamilan
ektopik terganggu tergantung lokasi dari implantasi. Dengan adanya implantasi
dapat meningkatkan vaskularisasi di tempat tersebut dan berpotensial
menimbulkan ruptur organ, terjadi perdarahan masif, infertilitas, dan kematian.
Hal ini dapat mengakibatkan meningkatnya angka mortalitas dan morbiditas Ibu
jika tidak mendapatkan penanganan secara tepat dan cepat.
Insiden
kehamilan ektopik terganggu semakin meningkat pada semua wanita terutama pada
mereka yang berumur lebih dari 30 tahun. Selain itu, adanya kecenderungan pada
kalangan wanita untuk menunda kehamilan sampai usia yang cukup lanjut
menyebabkan angka kejadiannya semakin berlipat ganda.
Mola Hidatidosa adalah kehamilan
abnormal, dengan ciri-ciri tumor jinak (benigna) dari chorion penyebab embrio
mati dalam uterus tetapi plasenta melanjutkan sel-sel trophoblastik terus
tumbuh menjadi agresif dan membentuk tumor yang invasif, kemudian edema dan
membentuk seperti buah anggur, karakteristik mola hidatiosa bentuk komplet dan
bentuk parsial, yaitu tidak ada jaringan embrio dan ada jaringan embrio.
Sebagian dari villi berubah menjadi
gelembung-gelembung berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada janin, hanya pada
mola parsialis kadang-kadang ada janin. Gelembung itu sebesar butir kacang
hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung ini dapat mengisi seluruh cavum
uteri. Di bawah mikroskop nampak degenerasi hydrotopik dari stoma jonjot, tidak
adanya pembuluh darah dan proliferasi trofoblast. Pada bagian pemeriksaan
kromosom didapatkan poliploidi dan hampir pada semua kasus mola susunan sex
chromatin adalah wanita.
Pada mola
hidatidosa, ovaria dapat mengandung kista lutein kadang-kadang hanya pada satu
ovarium, kadang-kadang pada kedua-duanya. Kista ini berdinding tipis dan berisi
cairan kekuning-kuningan dan dapat mencapai ukuran sebesar sarung tinju atau
kepala bayi. Kista lutein terjadi karena perangsangan ovarium oleh kadar
gonadotropin chorion yang tinggi, kista ini hilang sendiri setelah mola
dilahirkan
2. Rumusan Masalah
Dalam
makalah ini kami merumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Menjelaskan
tentang abortus
2.
Menjelaskan
tentang kehamilan ektopik terganggu
3.
Mengjelaskan
tentang mola hidatidosa
3. Tujuan penulisan
Adapun
yang menjadi tujuan dari pembuatan makalah tentang abortus adalah:
1.
Untuk
dapat mengerti tentang abortus
2.
Untuk
dapat mengerti tentang kehamilan ektopik terganggu
3.
Untuk
dapat mengerti tentang mola hidatidosa
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Abortus
1.
Pengertian
Abortus
Keguguran
adalah pengeluaran hasil konsepsai sebelum janin dapat hidup di luar
kandungan.Di bawah ini dikemukakan beberapa definisi para ahli tentang abortus.
EASTMAN:
abortus adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana fetus sanggup hidup
sendiri di luar uterus. Belum sanggup diartikan apabila fetus itu beratnya
terletak antara 400-1000 gram, atau usia kehamilan kurang dari 28 minggu.
JEFFCOAT:
abortus adalah pengeluaran dari hasil konsepsi sebelum usia kehamilan 28
minggu, yaitu fetus belum viable by law.
HOLMER:
abortus adalah terputusnya kehamilan sebelum minggu ke 16, dimana proses
plasentasi belum selesai.
Aborsi
adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) sebelum buah
kehamilan tersebut mampuuntuk hidup di luar kandungan/kehamilan yang tidak
dikehendaki atau diinginkan.Aborsi itu sendiri dibagi menjadi dua, yaitu aborsi
spontan dan aborsi buatan.Aborsi spontan adalah aborsi yang terjadi secara
alami tanpa adanya upaya-upaya dari luar (buatan) untuk mengakhiri kehamilan
tersebut. Sedangkan aborsi buatan adalah yang terjadi akibat adanya upaya-upaya
tertentu untuk mengakhiri proses kehamilan.
Mengugurkan
kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah “aborsi” berarti
pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin
dapat hidup di luar kandungan.
Ternyata
MONRO melaporkan bahwa fetus dengan berat 397 gram dapat hidup terus, jadi
definisi tersebut di atas tidaklah mutlak. Sungguhpun bayi dengan BB 700-800
gram dapat hidup, tapi hal ini dianggap sebagai suatu keajaiban, makin tinggi
BB anak waktu lahir, maka makin besar kemungkinannya untuk dapat hidup terus.
2.
Etiologi
Abortus
Faktor-faktor
yang menyebabkan kematian fetus adalah faktor ovum sendiri, faktor ibu, dan
faktor bapak.
1.
Kelainan
Ovum
Menurut
HERTIG dkk pertumbuhan abnormal dari fetus sering menyebabkan abortus spontan.
Menurut penyelidikan mereka, dari 1000 abortus spontan, maka 48,9% disebabkan
karena ovum yang patologis: 3,2% disebabkan oleh kelainan embrio, dan 9,6%
disebabkan oleh plasenta yang abnormal.
Pada
ovum abnormal 6% diantaranya terdapat degenerasi hidatid vili.Abortus spontan
disebabkan oleh karena kelainan dari ovum berkurang kemungkinannyakalau
kehamilan sudah lebih dari satu bulan, artinya makin muda kehamilan saat
terjadinya abortus makin besar kemungkinan disebabkan oleh kelainan ovum
(50-80%).
2.
Kelainan
Genetalia Ibu
Misalnya
pada ibu yang menderita:
1.
Anomali
kongenital (hipoplasia uteri, uterus bikornis, dan lain-lain)
2.
Kelainan
letak dari uterus seperti retrofleksi uteri fiksata
3.
Tidak
sempurnanya persiapan uterus dalam menanti nidasi dari ovum yang sudah dibuahi,
seperti kurangnya progesteron atau estrogen, endometritis, mioma submukosa
4.
Uterus
terlalu cepat teregang (kehamilan ganda, mola)
5.
Distorsio
uterus, misalnya karena terdorong oleh tumor pelvis
3.
Gangguan
Sirkulasi Plasenta
Kita
jumpai pada ibu yang menderita penyakit nefritis, hipertensi, toksemia
gravidarum, anomali plasenta, dan endarteritis oleh karena lues.
4.
Penyakit-penyakit
Ibu
Misalnya
pada:
1.
Penyakit
infeksi yang menyebabkan demam tinggi seperti pneumonia, tifoid, pielitis,
rubeola, demam malta dan sebagainya. Kematian fetus dapat disebabkan karena
toksin dari ibu atau invasi kuman atau virus pada fetus.
2.
Keracunan
Pb, nikotin, gas racun, alkohol dan lain-lain
3.
Ibu
yang asfiksia seperti pada dekompensasi kordis, penyakit paru berat, anemia
gravis
4.
Malnutrisi,
avitaminosis dan gangguan metabolisme, hipotiroid, kekurangan vitamin A,C atau
E, diabetes melitus.
5. Antagonis Rhesus
Pada
antagonis rhesus, darah ibu yang melalui plasenta merusak darah fetus, sehingga
terjadi anemia pada fetus yang berakibat meninggalnya fetus.
6.
Terlalu cepatnya korpus luteum menjadi atrofis, atau faktor serviks, yaitu
inkompetensi serviks, servisitis.
7. Perangsangan
pada ibu yang menyebabkan uterus berkontraksi umpamanya: sangat terkejut,
obat-obat uterotonika, ketakutan, laparatomi dan lain-lain. Atau dapat juga
karena trauma langsung teehadap fetus: selaput janin rusak langsung karena
instrumen, benda dan obat-obatan.
8. Penyakit
Bapak: umur lanjut, penyakit kronis seperti: TBC, anemia, dekompesasis kordis,
malnutrisi, nefritis, sifilis, keracunan (alkohol, nikotin, Pb dan lain-lain)
sinar rontgen, avitaminosis.
3.
Klasifikasi
Abortus
Abortus
dapat dibagi atas dua golongan:
a.
Abortus
Spontan
Adalah
abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis ataupun
medisinalis, semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.
b.
Abortus
Provakatus (induced abortion)
Adalah
abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat.
Abortus ini terbagi lagi menjadi:
1.
Abortus
Medisinalis (abortus therapeutica)
Adalah
abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan,
dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu
mendapat persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli.
2.
Abortus
Kriminalis
Adalah
abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak
berdasarkan indikasi medis
.
Klinis
Abortus Spontan
Dapat dibagi atas:
1.
Abortus
Kompletus (Keguguran lengkap): artinya seluruh hasil konsepsi dikeluarkan
(desidua dan fetus), sehingga rongga rahim kosong.
Terapi: hanya dengan uterotonika
2.
Abortus
inkompletus (keguguran bersisa): hanya sebagian dari hasil konsepsi yang
dikeluarkan, yang tertinggal adalah desidua atau plasenta.
Gejala: didapati antara lain adalah amenorea,
sakit perut, dan mulas-mulas; perdarahan yang bisa sedikit atau banya; sudah
keluar fetus atau jaringan. Pada pemeriksaan dalam untuk abortus yang baru
terjadi didapati serviks membuka, kadang kadang dapat diraba sisa- sisa jaringan
dalam kanalis sevikalis atau kavum uteri, serta uterus yang berukuran lebih
kecil dari seharusnya.
Terapi : bila
ada tanda- tanda syok maka atasi dulu dengan pemberian cairan dan tranfusi
darah. Kemudian keluarkan jaringan secepat mungkin dengan metode digital dan
kuretase. Setelah itu beri obat-obat uterotonika dan antibiotika.
3.
Abortus Insipiens (keguguran sedang
berlangsung) :adalah abortus yang sedang berlangsung, dengan ostium sudah
terbuka dan ketuban yang teraba. Kehamilan tidak dapat dipertahankan lagi.
Terapi :
seperti abortus inkompletus.
4.
Abortus Iminens (keguguran membakat)
:keguguran memebakat dan akan terjadi. Dalam hali ini keluarnya fetus masih
dapat dicegah dengan memberikan obat-obat hormonal dan antispasmodika serta
istirahat.
5.
Abortus Abortion : adalahkeadaan dimana
janin sudah mati, tetap berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan
atau lebih.
Gejala
:dijumpai amenorea; perdarahan sedikit-sedikit yang berulang pada
permulaannya,selama observasi fundus tidak bertambah tinggi, malahan tambah
rendah.
Terapi :berikan
obat dengan maksud agar terjadi his sehingga fetus dan desidua dapat
dikeluarkan, kalau tidak berhasil lakukan dilatasi dan kuratase.
6.
Abortus Habitualis (keguguran berulang)
:adalah keadaan dimana penderita mengalami keguguran berturut- turut 3 kali
atau lebih. Kalau seseorang penderita telah mengalami 2 kali abortus berturu-
turut maka optimisme untuk kehamilam berikutnya berjalan normal adalah sekitar
63%.
7.
Abortus Infeksiosus dan Abortus Septik
: abortus infeksiosus adalah keguguran yang disertai infeksi genital. Abortus
septik adalah keguguran disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau
toksinnya ke dalam peredaran darah atau peritoneum.
4.
Efek dan Resiko Abortus
a.
Efek
abortus
Pada kasus
abortus terdapat beberapa efek. Efek abortus dibagi menjadi 2 yaitu:
1.
Efek
Jangka Pendek
·
Rasa
sakit yang intens
·
Terjadinya
kebocoran uterus
·
Perdarahan
yang banyak
·
Infeksi
·
Bagian
bayi yang tertinggal di dalam
·
Shock/koma
·
Merusak
organ tubuh lain
·
Kematian
2.
Efek
Jangka Panjang
·
Tidak
dapat hamil kembali
·
Keguguran
kandungan
·
Kehamilan
tubal
·
Kelahiran
Prematur
·
Gejala
peradangan di bagian pelvis
·
Hysterectom
·
b.
Resiko
Abortus
Abortus
memiliki risiko penderitaan yang berkepanjangan terhadap kesehatan maupun
keselamatan hidup seorang wanita. Tidak benar jika dikatakan bahwa seseorang
yang melakukan aborsi ia “tidak merasakan apa-apa dan langsung boleh pulang”.
Resiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi berisiko kesehatan dan
keselamatan secara fisik dan gangguan psikologis. Risiko kesehatan dan
keselamatan fisik yang akan dihadapi seorang wanita pada saat melakukan aborsi
dan setelah melakukan aborsi adalah ;
·
Kematian
mendadak karena perdarahan hebat
·
Kematian
mendadak karena pembiusan yang gagal
·
Kematian
secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan
·
Rahim
yang sobek (Uterine Perforation)
·
Kerusakan
leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak
berikutnya.
·
Kanker
payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita).
·
Kanker
indung telur (Ovarian Cancer).
·
Kanker
leher rahim (Cervical Cancer).
·
Kanker
hati (Liver Cancer).
·
Kelainan
pada ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya
dan pendarahan hebat pada kehamilan berikutnya.
·
Menjadi
mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi ( Ectopic Pregnancy).
·
Infeksi
rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease).
·
Infeksi
pada lapisan rahim (Endometriosis)
5.
Dampak Abortus
1.
Timbul luka-luka
dan infeksi-infeksi pada dinding alat kelamin dan merusak organ-organ di
dekatnya seperti kandung kencing atau usus.
2.
Robek
mulut rahim sebelah dalam (satu otot lingkar). Hal ini dapat terjadi karena
mulut rahim sebelah dalam bukan saja sempit dan perasa sifatnya, tetapi juga
kalau tersentuh, maka ia menguncup kuat-kuat. Kalau dicoba untuk memasukinya
dengan kekerasan maka otot tersebut akan menjadi robek.
3.
Dinding
rahim bisa tembus, karena alat-alat yang dimasukkan ke dalam rahim.
4.
Terjadi
pendarahan. Biasanya pendarahan itu berhenti sebentar, tetapi beberapa hari
kemudian/ beberapa minggu timbul kembali. Menstruasi tidak normal lagi selama
sisa produk kehamilan belum dikeluarkan dan bahkan sisa itu dapat berubah
menjadi kanker.
6.
Penanganan Abortus
1. Abortus spontan adalah penghentian kehamilan
sebelum janin mencapai viabilitas (usia kehamilan 22 minggu). Tahapan abortus
spontan meliputi :
1. Abortus imminens (kehamilan dapat berlanjut).
2. Abortus insipiens (kehamilan tidak akan berlanjut dan akan berkembang menjadi
abortus inkomplit atau abortus komplit).
3. Abortus inkomplit (sebagian hasil konsepsi telah dikeluarkan).
4. Abortus komplit (seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan).
1. Abortus imminens (kehamilan dapat berlanjut).
2. Abortus insipiens (kehamilan tidak akan berlanjut dan akan berkembang menjadi
abortus inkomplit atau abortus komplit).
3. Abortus inkomplit (sebagian hasil konsepsi telah dikeluarkan).
4. Abortus komplit (seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan).
2. Abortus yang disengaja adalah suatu proses
dihentikannya kehamilan sebelum janin mencapai viabilitas.
3. Abortus tidak aman adalah suatu prosedur yang
dilakukan oleh orang yang tidak berpengalaman atau dalam lingkungan yang tidak
memenuhi standar medis minimal atau keduanya.
4. Abortus septik adalah abortus yang mengalami
komplikasi berupa infeksi-sepsis dapat berasal dari infeksi jika organisme
penyebab naik dari saluran kemih bawah setelah abortus spontan atau abortus
tidak aman. Sepsis cenderung akan terjadi jika terdapat sisa hasil konsepsi
atau terjadi penundaan dalam pengeluaran hasil konsepsi. Sepsis merupakan
komplikasi yang sering terjadi pada abortus tidak aman dengan menggunakan
peralatan.
Penanganan
____________
____________
Jika
dicurigai suatu abortus tidak aman terjadi, periksalah adanya tanda-tanda
infeksi atau adanya perlukaan uterus, vagina dan usus, lakukan irigasi vagina
untuk mengeluarkan tumbuh-tumbuhan, obat-obat lokal atau bahan lainnya.
1. Penanganan abortus imminens :
1. Tidak perlu pengobatan khusus atau tirah baring total.
2. Jangan melakukan aktifitas fisik berlebihan atau hubungan seksual.
3. Jika perdarahan :
- Berhenti : lakukan asuhan antenatal seperti biasa, lakukan penilaian jika
perdarahan terjadi lagi.
- Terus berlangsung : nilai kondisi janin (uji kehamilan atau USG). Lakukan
konfirmasi kemungkinan adanya penyebab lain. Perdarahan berlanjut,
khususnya jika ditemukan uterus yang lebih besar dari yang diharapkan,
mungkin menunjukkan kehamilan ganda atau mola.
4. Tidak perlu terapi hormonal (estrogen atau progestin) atau tokolitik (misalnya salbutamol atau indometasin) karena obat-obat ini tidak dapat mencegah abortus.
1. Tidak perlu pengobatan khusus atau tirah baring total.
2. Jangan melakukan aktifitas fisik berlebihan atau hubungan seksual.
3. Jika perdarahan :
- Berhenti : lakukan asuhan antenatal seperti biasa, lakukan penilaian jika
perdarahan terjadi lagi.
- Terus berlangsung : nilai kondisi janin (uji kehamilan atau USG). Lakukan
konfirmasi kemungkinan adanya penyebab lain. Perdarahan berlanjut,
khususnya jika ditemukan uterus yang lebih besar dari yang diharapkan,
mungkin menunjukkan kehamilan ganda atau mola.
4. Tidak perlu terapi hormonal (estrogen atau progestin) atau tokolitik (misalnya salbutamol atau indometasin) karena obat-obat ini tidak dapat mencegah abortus.
2.
Penanganan abortus insipiens
:
1. Jika usia kehamilan kurang 16 minggu, lakukan evaluasi uterus dengan aspirasi vakum manual. Jika evaluasi tidak dapat, segera lakukan :
- Berikan ergometrin 0,2 mg intramuskuler (dapat diulang setelah 15 menit bilaperlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang sesudah 4 jam bilaperlu).
- Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus.
2. Jika usia kehamilan lebih 16 minggu :
- Tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi lalu evaluasi sisa-sisa hasil konsepsi.
- Jika perlu, lakukan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan intravena
(garam fisiologik atau larutan ringer laktat) dengan kecepatan 40 tetes per
menit untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi.
3. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.
1. Jika usia kehamilan kurang 16 minggu, lakukan evaluasi uterus dengan aspirasi vakum manual. Jika evaluasi tidak dapat, segera lakukan :
- Berikan ergometrin 0,2 mg intramuskuler (dapat diulang setelah 15 menit bilaperlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang sesudah 4 jam bilaperlu).
- Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus.
2. Jika usia kehamilan lebih 16 minggu :
- Tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi lalu evaluasi sisa-sisa hasil konsepsi.
- Jika perlu, lakukan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan intravena
(garam fisiologik atau larutan ringer laktat) dengan kecepatan 40 tetes per
menit untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi.
3. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.
3.
Penanganan abortus
inkomplit :
1. Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang 16 minggu,evaluasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg intramuskuler atau misoprostol 400 mcg per
oral.
2. Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang 16 minggu, evaluasi sisa hasil konsepsi dengan :
- Aspirasi vakum manual merupakan metode evaluasi yang terpilih. Evakuasi
dengan kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika aspirasi vakum manual
tidak tersedia.
- Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg
intramuskuler (diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang setelah 4 jam bila perlu).
3. Jika kehamilan lebih 16 minggu :
- Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik atau ringer laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi.
- Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg per vaginam setiap 4 jam sampai
terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg).
- Evaluasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.
1. Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang 16 minggu,evaluasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg intramuskuler atau misoprostol 400 mcg per
oral.
2. Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang 16 minggu, evaluasi sisa hasil konsepsi dengan :
- Aspirasi vakum manual merupakan metode evaluasi yang terpilih. Evakuasi
dengan kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika aspirasi vakum manual
tidak tersedia.
- Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg
intramuskuler (diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang setelah 4 jam bila perlu).
3. Jika kehamilan lebih 16 minggu :
- Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik atau ringer laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi.
- Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg per vaginam setiap 4 jam sampai
terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg).
- Evaluasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.
Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah
penanganan.
4.
Penanganan abortus
komplit :
1. Tidak perlu evaluasi lagi.
2. Observasi untuk melihat adanya perdarahan banyak.
3. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.
4. Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferrosus 600 mg per hari
selama 2 minggu. Jika anemia berat berikan transfusi darah.
5. Konseling asuhan pasca keguguran dan pemantauan lanjut.
1. Tidak perlu evaluasi lagi.
2. Observasi untuk melihat adanya perdarahan banyak.
3. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.
4. Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferrosus 600 mg per hari
selama 2 minggu. Jika anemia berat berikan transfusi darah.
5. Konseling asuhan pasca keguguran dan pemantauan lanjut.
Pemantauan
Pasca Abortus
__________________________
__________________________
Insidens abortus spontan kurang
lebih 15% (1 dari 7 kehamilan) dari seluruh kehamilan.
Syarat-syarat memulai metode
kontrasepsi dalam waktu 7 hari pada kehamilan yang tidak diinginkan :
1. Tidak terdapat komplikasi berat yang membutuhkan penanganan lebih lanjut.
2. Ibu menerima konseling dan bantuan secukupnya dalam memilih metode
kontrasepsi yang paling sesuai.
1. Tidak terdapat komplikasi berat yang membutuhkan penanganan lebih lanjut.
2. Ibu menerima konseling dan bantuan secukupnya dalam memilih metode
kontrasepsi yang paling sesuai.
Metode kontrasepsi pasca
abortus :
1. Kondom
- Waktu aplikasinya segera.
- Efektivitasnya tergantung dari tingkat kedisiplinan klien.
- Dapat mencegah penyakit menular seksual.
2. Pil kontrasepsi
- Waktu aplikasinya segera.
- Cukup efektif tetapi perlu ketaatan klien untuk minum pil secara teratur.
3. Suntikan
- Waktu aplikasinya segera.
- Konseling untuk pilihan hormon tunggal atau kombinasi.
4. Implan
- Waktu aplikasinya segera.
- Jika pasangan tersebut mempunyai 1 anak atau lebih dan ingin kontrasepsi
jangka panjang.
5. Alat kontrasepsi dalam rahim
- Waktu aplikasinya segera dan setelah kondisi pasien pulih kembali.
- Tunda insersi jika hemoglobin kurang 7 gr/dl (anemia) atau jika dicurigai
adanya infeksi.
6. Tubektomi
- Waktu aplikasinya segera.
- Untuk pasangan yang ingin menghentikan fertilitas.
- Jika dicurigai adanya infeksi, tunda prosedur sampai keadaan jelas. Jika
hemoglobin kurang 7 gram/dl, tunda sampai anemia telah diperbaiki.
- Sediakan metode alternatif (seperti kondom).
1. Kondom
- Waktu aplikasinya segera.
- Efektivitasnya tergantung dari tingkat kedisiplinan klien.
- Dapat mencegah penyakit menular seksual.
2. Pil kontrasepsi
- Waktu aplikasinya segera.
- Cukup efektif tetapi perlu ketaatan klien untuk minum pil secara teratur.
3. Suntikan
- Waktu aplikasinya segera.
- Konseling untuk pilihan hormon tunggal atau kombinasi.
4. Implan
- Waktu aplikasinya segera.
- Jika pasangan tersebut mempunyai 1 anak atau lebih dan ingin kontrasepsi
jangka panjang.
5. Alat kontrasepsi dalam rahim
- Waktu aplikasinya segera dan setelah kondisi pasien pulih kembali.
- Tunda insersi jika hemoglobin kurang 7 gr/dl (anemia) atau jika dicurigai
adanya infeksi.
6. Tubektomi
- Waktu aplikasinya segera.
- Untuk pasangan yang ingin menghentikan fertilitas.
- Jika dicurigai adanya infeksi, tunda prosedur sampai keadaan jelas. Jika
hemoglobin kurang 7 gram/dl, tunda sampai anemia telah diperbaiki.
- Sediakan metode alternatif (seperti kondom).
Beberapa wanita mungkin membutuhkan
:
1. Jika klien pernah diimunisasi, berikan booster tetanus toksoid 0,5 ml atau jika dinding vagina atau kanalis servikalis tampak luka terkontaminasi.
2. Jika riwayat imunisasi tidak jelas, berikan serum anti tetanus 1500 unit
intramuskuler diikuti dengan tetanus toksoid 0,5 ml setelah 4 minggu.
3. Penatalaksanaan untuk penyakit menular seksual.
4. Penapisan kanker serviks.
1. Jika klien pernah diimunisasi, berikan booster tetanus toksoid 0,5 ml atau jika dinding vagina atau kanalis servikalis tampak luka terkontaminasi.
2. Jika riwayat imunisasi tidak jelas, berikan serum anti tetanus 1500 unit
intramuskuler diikuti dengan tetanus toksoid 0,5 ml setelah 4 minggu.
3. Penatalaksanaan untuk penyakit menular seksual.
4. Penapisan kanker serviks.
B. Kehamilan Ektopik Terganggu
1.
Pengertian
KET
Istilah
ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar kata dari bahasa
Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan “berada
di luar tempat yang semestinya”. Apabila pada kehamilan ektopik terjadi abortus
atau pecah, dalam hal ini dapat berbahaya bagi wanita hamil tersebut maka
kehamilan ini disebut kehamilan ektopik terganggu.
Kehamilan ektopik adalah kehamilan
dengan implantasi terjadi diluar rongga uterus, tuba falopii merupakan tempat
tersering untuk terjadinya implantasi kehamilan ektopik,sebagian besar kehamilan
ektopik berlokasi di tuba,jarang terjadi implantasi pada ovarium,rongga
perut,kanalis servikalis uteri,tanduk uterus yang rudimenter dan divertikel
pada uterus.(Sarwono Prawiroharjho, 2005)
Kehamilan ektopik adalah kehamilan
dengan implantasi terjadi di luar rongga uterus. Tuba fallopi merupakan tempat
tersering untuk terjadinya implantasi kehamilan ektopik (lebih besar dari 90
%). (Sarwono. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal)
Kehamilan ektopik adalah implantasi
dan pertumbuhan hasil konsepsi di luar endometrium kavum uteri. (kapita selekta
kedokteran,2001)
2.
Etiologi
1. Faktor dalam lumen tuba
a. Endosalpingitis dapat menyebabkan
perlekatan endosalping, sehingga lumen tuba menyempit atau membentuk kantong
buntu.
b. Hipoplasia uteri, lumen tuba sempit
dan berkeluk-keluk dan hal ini sering disertai gangguan fungsi silia
endosalping.
c. Operasi plastik dan stenlilasi yang
tidak sempurna dapat menjadi sebab lumen tuba menyempit.
2. Faktor pada
dinding tuba
a. Endometriosis
tuba (tuba tertekuk) dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam tuba.
b. Divertikel
tuba kongenital atau ostium asesorius tubae dapat menahan
telur yang dibuahi di tempat itu.
3.Faktor
diluar dinding tuba
a. Perlekatan
peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat perjalanan telur.
b.Tumor
yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba.
4. Faktor
lain
a. Migrasi
luar ovum yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri atau sebaliknya
dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus. Pertumbuhan yang
terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi prematur.
b. Fertilisasi
in vitro ( pembuahan sel telur dalam kondisi laboratorium, sel telur yang sudah
di buahi itu kemudian ditempatkan di dalam rahim wanita).
5. Bekas
radang pada tuba
6. Kelainan
bawaan tuba
7. Gangguan
fisiologik tuba karena pengaruh hormonal
8. Operasi
plastik/riwayat pembedahan pada tuba
9. Abortus
buatan
10. Riwayat
kehamilan ektopik yang lalu
11. Infeksi
pasca abortus
12. Apendisitis
13. Infeksi
pelvis
14. Alat
kontrasepsi dalam rahim (IUD)
( Winkjosastro, 2005 - Helen Varney,
2007 - Cunningham, 2006)
3.
Patofisiologi
Proses
implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang terjadi di kavum uteri.
Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau interkolumnar. Pada nidasi secara
kolumnar telur bernidasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan
telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati
secara dini dan direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar, telur bernidasi antara
dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup maka ovum dipisahkan
dari lumen oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan
pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba malahan kadang-kadang
sulit dilihat vili khorealis menembus endosalping dan masuk kedalam otot-otot
tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya
tergantung dari beberapa faktor, yaitu; tempat implantasi, tebalnya dinding tuba
dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.
Di bawah
pengaruh hormon esterogen dan progesteron dari korpus luteum graviditi dan
tropoblas, uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah menjadi
desidua. Beberapa perubahan pada endometrium yaitu; sel epitel membesar,
nucleus hipertrofi, hiperkromasi, lobuler, dan bentuknya ireguler. Polaritas
menghilang dan nukleus yang abnormal mempunyai tendensi menempati sel luminal.
Sitoplasma mengalami vakuolisasi seperti buih dan dapat juga terkadang ditemui
mitosis. Perubahan endometrium secara keseluruhan disebut sebagai reaksi
Arias-Stella.
Setelah
janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi kemudian dikeluarkan
secara utuh atau berkeping-keping. Perdarahan yang dijumpai pada kehamilan
ektopik terganggu berasal dari uterus disebabkan pelepasan desidua yang
degeneratif.
Sebagian
besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu.
Karena tuba bukan tempat pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin tumbuh
secara utuh seperti dalam uterus. Beberapa kemungkinan yang mungkin terjadi
adalah :
1.
Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Pada
implantasi secara kolumna, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi
yang kurang dan dengan mudah diresobsi total.
2.
Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan
yang terjadi karena terbukanya dinding pembuluh darah oleh vili korialis pada
dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding
tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Segera setelah
perdarahan, hubungan antara plasenta serta membran terhadap dinding tuba
terpisah bila pemisahan sempurna, seluruh hasil konsepsi dikeluarkan melalui
ujung fimbrae tuba ke dalam kavum peritonium. Dalam keadaan tersebut perdarahan
berhenti dan gejala-gejala menghilang.
3.
Ruptur dinding tuba
Penyebab
utama dari ruptur tuba adalah penembusan dinding vili korialis ke dalam lapisan
muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur tuba sering terjadi bila ovum yang
dibuahi berimplantasi pada isthmus dan biasanya terjadi pada kehamilan muda.
Sebaliknya ruptur yang terjadi pada pars-intersisialis pada kehamilan lebih
lanjut. Ruptur dapat terjadi secara spontan, atau yang disebabkan trauma ringan
seperti pada koitus dan pemeriksaan vagina.
4.
Manifestasi
Klinis
Gambaran
klinik kehamilan ektopik sangat bervariasi tergantung dari ada tidaknya ruptur.
Triad klasik dari kehamilan ektopik adalah nyeri, amenorrhea, dan perdarahan
per vaginam. Pada setiap pasien wanita dalam usia reproduktif, yang datang
dengan keluhan amenorrhea dan nyeri abdomen bagian bawah, harus selalu
dipikirkan kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik.
Selain
gejala-gejala tersebut, pasien juga dapat mengalami gangguan vasomotor berupa
vertigo atau sinkop; nausea, payudara terasa penuh, fatigue, nyeri abdomen
bagian bawah,dan dispareuni. Dapat juga ditemukan tanda iritasi diafragma bila
perdarahan intraperitoneal cukup banyak, berupa kram yang berat dan nyeri pada
bahu atau leher, terutama saat inspirasi.
Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan nyeri tekan pelvis, pembesaran uterus, atau
massa pada adnexa. Namun tanda dan gejala dari kehamilan ektopik harus
dibedakan dengan appendisitis, salpingitis, ruptur kista korpus luteum atau
folikel ovarium. Pada pemeriksaan vaginal, timbul nyeri jika serviks
digerakkan, kavum Douglas menonjol dan nyeri pada perabaan.
Pada
umumnya pasien menunjukkan gejala kehamilan muda, seperti nyeri di perut bagian
bawah, vagina uterus membesar dan lembek, yang mungkin tidak sesuai dengan usia
kehamilan. Tuba yang mengandung hasil konsepsi menjadi sukar diraba karena
lembek.
Nyeri
merupakan keluhan utama. Pada ruptur, nyeri terjadi secara tiba-tiba dengan
intensitas tinggi disertai perdarahan, sehingga pasien dapat jatuh dalam
keadaan syok.Perdarahan per vaginam menunjukkan terjadi kematian janin.
Amenorrhea juga merupakan tanda penting dari kehamilan ektopik. Namun sebagian
pasien tidak mengalami amenorrhea karena kematian janin terjadi sebelum haid
berikutnya.
5.
Tanda
dan gejala
Tanda :
1. Nyeri abdomen bawah atau pelvic,
disertai amenorrhea atau spotting atau perdarahan vaginal.
2. Menstruasi abnormal.
3. Abdomen dan pelvis yang lunak.
4. Perubahan pada uterus yang dapat
terdorong ke satu sisi oleh massa kehamilan, atau tergeser akibat perdarahan. Dapat
ditemukan sel desidua pada endometrium uterus.
5. Penurunan tekanan darah dan
takikardi bila terjadi hipovolemi.
6. Kolaps dan kelelahan
7. pucat
8. Nyeri bahu dan leher (iritasi
diafragma)
9. Nyeri pada palpasi, perut pasien
biasanya tegang dan agak gembung.
10.
Gangguan
kencing
Kadang-kadang terdapat gejala besar
kencing karena perangangan peritoneum oleh darah di dalam rongga perut.
11. Pembesaran uterus
Pada kehamilan ektopik uterus
membesar juga karena pengaruh hormon-hormon kehamilan tapi pada umumnya sedikit
lebih kecil dibandingkan dengan uterus pada kehamilan intrauterin yang sama
umurnya.
12. Nyeri pada toucher
Terutama kalau cervix digerakkan
atau pada perabaan cavumdouglasi (nyeri digoyang)
13. Tumor dalam rongga panggul
Dalam rongga panggul teraba tumor
lunak kenyal yang disebabkan kumpulan darah di tuba dan sekitarnya.
14. Perubahan darah
Dapat diduga bahwa kadar haemoglobin
turun pada kehamilan tuba yang terganggu, karena perdarahan yang banyak ke
dalam rongga perut.
Gejala:
Nyeri:
Nyeri panggul atau perut hampir terjadi
hampir 100% kasus kehamilan ektopik. Nyeri dapat bersifat unilateral atau
bilateral , terlokalisasi atau tersebar.
Perdarahan:
Dengan matinya telur desidua
mengalami degenerasi dan nekrose dan dikeluarkan dengan perdarahan. Perdarahan
ini pada umumnya sedikit, perdarahan yang banyak dari vagina harus mengarahkan
pikiran kita ke abortus biasa.Perdarahan abnormal uterin, biasanya membentuk
bercak. Biasanya terjadi pada 75% kasus
Amenorhea:
Hampir sebagian besar wanita dengan
kehamilan ektopik yang memiliki berkas perdarahan pada saat mereka mendapatkan
menstruasi, dan mereka tidak menyadari bahwa mereka hamil.
6.
Komplikasi
Komplikasi
kehamilan ektopik dapat terjadi sekunder akibat kesalahan diagnosis, diagnosis
yang terlambat, atau pendekatan tatalaksana. Kegagalan penegakan diagnosis
secara cepat dan tepat dapat mengakibatkan terjadinya ruptur tuba atau uterus,
tergantung lokasi kehamilan, dan hal ini dapat menyebabkan perdarahan masif,
syok, DIC, dan kematian.
Komplikasi
yang timbul akibat pembedahan antara lain adalah perdarahan, infeksi, kerusakan
organ sekitar (usus, kandung kemih, ureter, dan pembuluh darah besar). Selain
itu ada juga komplikasi terkait tindakan anestesi.
7.
Pemeriksaan
Penunjang
Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan
ektopik belum terganggu demikian besarnya, sehingga sebagian besar penderita
mengalami abortus tuba atau rupture tuba sebelum keadaan menjadi jelas. Bila
diduga ada kehamilan ektopik yang belum terganggu, maka penderita segera
dirawat di rumah sakit. Alat bantu diagnostic yang dapat digunakan ialah
ultrasonografi, laparoskopi atau kuldoskopi.
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis mendadak
tidak banyak mengalami kesukaran, tetapi pada jenis menahun atau atipik bisa
sulit sekali. Untuk mempertajam diagnosis, maka pada tiap wanita dalam
masa reproduksi dengan keluhan nyeri pada perut bagian bawah atau kelainan
haid, kemungkinan kehamilan ektopik harus dipikirkan. Pada umumnya dengan
anamnesis yang teliti dan pemeriksaan yang cermat diagnosis dapat ditegakkan,
walaupun biasanya alat bantu diagnostic seperti kuldosentesis, ultrasonografi
dan laparoskopi masih diperlukan anamnesis. Haid biasanya terlambat untuk
beberapa waktu dan kadang-kadang terdapat gejala subyektif kehamilan muda.
Nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu, tenesmus, dapat dinyatakan. Perdarahan
per vaginam terjadi setelah nyeri perut bagian bawah.
·
Pemeriksaan umun : penderita tampak
kesakitan dan pucat, pada perdarahan dalam rongga perut tanda-tanda syok dapat
ditemukan. Pada jenis tidak mendadak perut bagian bawah hanya sedikit
mengembung dan nyeri tekan.
·
Pemeriksaan ginekologi : tanda-tanda
kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan serviks menyebabkan rasa nyeri.
Bila uterus dapat diraba, maka akan teraba sedikit membesar dan kadang-kadang
teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditemukan. Kavum Douglas
yang menonjol dan nyeri-raba menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Suhu
kadang-kadang naik, sehingga menyukarkan perbedaan denga infeksi pelvik.
·
Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan
hemoglobim dan jumlah sel darah merah berguna dalam menegakkan diagnosis
kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam
rongga perut. Pada kasus jenis tidak mendadak biasanya ditemukan anemia, tetapi
harus diingat bahwa penurunan hemoglobin baru terlihat setelah 24 jam.
·
Penghitungan leukosit secara berturut
menunjukkan adanya perdarahan bila leukositosis meningkat. Untuk membedakan
kehamilan ektopik dari infeksi pelvik, dapat diperhatikan jumlah
leukosit. Jumlah leukosit yang melebihi 20.000 biasanya menunjuk pada keadaan
yang terakhir. Tes kehamilan berguna apabila positif. Akan tetapi tes negative
tidak menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena kematian
hasil konsepsi dan degenerasi trofoblas menyebabkan produksi human chorionic
gonadotropin menurun dan menyebabkan tes negative.
·
Kuldosentris : adalah suatu cara
pemeriksaan untuk mengetahui apakah kavum Douglas ada darah. Cara ini amat
berguna dalam membantu membuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu. Tekniknya :
1. Penderita
dibaringkan dalam posisi litotomi
2. Vulva
dan vagina dibersihkan dengan antiseptic
3. Speculum
dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan cunam servik ; dengan traksi
ke depan sehingga forniks posterior tampak
4. Jarum
spinal no 18 ditusukkan ke dalam kavum Douglas dan dengan semprit 10 ml
dilakukan penghisapan
5. Bila
pada penghisapan ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada kain kasa dan
perhatikan apakah darah yang dikeluarkan merupakan :
6. Darah
segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku; darah ini berasal
dari arteri atau vena yang tertususk
7. Darah
tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku, atau yang berupa bekuan
kecil-kecil; darah ini menunjukkan adanya hematokel retrouterina.
·
Ultrasonografi
: berguna dalma diagnostic kehamilan ektopik. Diagnosis pasti ialah apabila
ditemukan kantong gestasi di luar uterus yang di dalamnya tampak denyut jantung
janin. Hal ini hanya terdapat pada ± 5 % kasus kehamilan ektopik. Walaupun
demikian, hasil ini masih harus diyakini lagi bahwa ini bukan berasal dari
kehamilan intrauterine pada kasus uternus bikornis.
·
Laparoskopi
: hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostic terakhir untuk kehamilan
ektopik, apabila hasil penilaian prosedur diagnostic yang lain meragukan.
Melalui prosedur laparoskopik, alat kandungan bagian dalam dapat dinilai.
Secara sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum Douglas dan
ligamentum latum. Adanya darah dalam rongga pelvis mungkin mempersulit
visualisasi alat kandungan, tetapi hal ini menjadi indikasi untuk melakukan
laparotomi.
8.
Penatalaksanaan
Pada
kehamilan ektopik terganggu, walaupun tidak selalu ada bahaya terhadap jiwa
penderita, dapat dilakukan terapi konservatif, tetapi sebaiknya tetap dilakukan
tindakan operasi. Kekurangan dari terapi konservatif (non-operatif) yaitu
walaupun darah berkumpul di rongga abdomen lambat laun dapat diresorbsi atau
untuk sebagian dapat dikeluarkan dengan kolpotomi (pengeluaran melalui vagina
dari darah di kavumDouglas), sisa darah dapat menyebabkan
perlekatan-perlekatan dengan bahaya ileus. Operasi terdiri dari salpingektomi
ataupun salpingo-ooforektomi. Jika penderita sudah memiliki anak cukup dan
terdapat kelainan pada tuba tersebut dapat dipertimbangkan untuk mengangkat
tuba. Namun jika penderita belum mempunyai anak, maka kelainan tuba dapat
dipertimbangkan untuk dikoreksi supaya tuba berfungsi.
Tindakan
laparatomi dapat dilakukan pada ruptur tuba, kehamilan dalam divertikulum
uterus, kehamilan abdominal dan kehamilan tanduk rudimenter. Perdarahan sedini
mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksia yang menjadi sumber
perdarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dari rongga
abdomen sebanyak mungkin dikeluarkan. Serta memberikan transfusi darah.
Untuk
kehamilan ektopik terganggu dini yang berlokasi di ovarium bila dimungkinkan
dirawat, namun apabila tidak menunjukkan perbaikan maka dapat dilakukan
tindakan sistektomi ataupun oovorektomi (5). Sedangkan
kehamilan ektopik terganggu berlokasi di servik uteri yang sering
menngakibatkan perdarahan dapat dilakukan histerektomi, tetapi pada nulipara
yang ingin sekali mempertahankan fertilitasnya diusahakan melakukan terapi
konservatif
3. Mola Hidatidosa
1. Pengertian mola hidatidosa
Mola Hadatidosa
menurut para Ahli :
Mola
hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda
berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga
menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur
atau mata ikan. (Mochtar, Rustam, dkk, 1998 : 23)
Mola
hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis
langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi
villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran
yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk,
2002 : 339).
Mola
hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista
yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh
dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human
chorionic gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995 : 104).
Mola Hadatidosa secara Umum :
Mola
Hidatidosa ditandai oleh kelainan vili korialis, yang terdiri dari proliferasi
trofoblastik dangan derajat yang bervariasi dan edema sroma vilus. Mola
biasanya menempati kavum uteri, tetapi kadang-kadang tumor ini ditemukan dalam
tuba falopii dan bahkan dalam ovarium. Perkembangan penyakit trofoblastik ini
amat menarik, dan ada tidaknya jaringan janin telah digunakan untuk
menggolongkannya menjadi bentuk mola yang komplet (klasik) dan parsial
(inkomplet)
Karakteristik Mola Hidatidosa bentuk komplet
dan parsial :
Gambaran
|
Mola parsial
(inkomplet)
|
Mola Komplet
(klasik)
|
Jaringan embrio atau janin
|
Ada
|
Tidak ada
|
Pembengkakan
hidatidosa pada vili
|
Fokal
|
Difus
|
Hyperplasia
|
Fokal
|
Difus
|
Inklusi
stroma
|
Ada
|
Tidak ada
|
Lekukan vilosa
|
Ada
|
Tidak ada
|
a. Mola
Hidatidosa Komplet (klasik)
Vili
korialis berubah menjadi kumpulan gelembung yang jernih. Gelembung-gelembung
atau vesikula ini bervariasi ukurannya mulai dari yang mudah terlihat sampai
beberapa cm, dan bergantung dalam beberapa kelompok dari tangkai yang tipis.
Massa tersebut dapat tumbuh cukup besar sehingga memenuhi uterus, yang besarnya
bisa mencapai ukuran uterus kehamilan normal lanjut. Berbagai penelitian
sitogenetik terhadap kehamilan mola komplet, menemukan komposisi kromosom yang
paling sering (tidak selalu) 46XX, dengan kromosom sepenuhnya berasal dari
ayah.
Fenomena
ini disebut sebagai androgenesis yang khas ovum dibuahi oleh sebuah sperma
haploid yang kemudian mengadakan duplikasi kromosomnya sendiri setelah miosis.
Kromosom ovum bias tidak terlihat atau tampak tidak aktif. Tetapi semua mola
hidatidosa komplet tidak begitu khas dan kadang-kadang pola kromosom pada mola
komplet biSA 46XY. Dalam keadaan ini dua sperma membuahi satu ovum yang tidak
mengandung kromosom. Variasi lainnya juga pernah dikemukakan misalnya 45X. jadi
mola hidatidosa yang secara morfologis komplet dapat terjadi akibat beberapa
pola kromosom.
b. Mola Hidatidosa Parsial
(inkomplet)
Apabila
perubahan hidatidosa bersifat fokal serta belum begitu jauh dan masih terdapat
janin atau sedikitnya kantong amnion, keadaan ini digolongkan sebagai mola
hidatidosa parsial. Pada sebagian vili yang biasanya avaskuler terjadi
pembengkakan hidatidisa yang berjalan lambat, sementara vili lainnya yang
vaskular dengan sirkulasi darah fetus plasenta yang masih berfungsi tidak
mengalami perubahan. Hyperplasia trofoblastik yang terjadi, lebih bersifat
fokal dari pada generalisata. Katiotipe secara khas berupa triploid, yang bias
69XXY atau 69XYY dengan satu komplemen maternal tapi biasanya dengan dua komplemen
haploid paternal. Janin secara khas menunjukkan stigmata triploidi yang
mencakup malformasi congenital multiple dan retardasi pertumbuhan.
2.
Tanda dan Gejala
Tanda dan Gejala yang biasanya timbul
pada klien dengan ”mola hidatidosa” adalah :
a.
Amenore dan tanda-tanda kehamilan
b.
Perdarahan pervaginam berulang. Darah
cenderung berwarna coklat. Pada keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola.
c.
Pembesaran uterus lebih besar dari
usia kehamilan.
d.
Tidak terabanya bagian janin pada
palpasi dan tidak terdengarnya DJJ sekalipun uterus sudah
membesar setinggi pusat atau lebih.
e.
Preeklampsia atau eklampsia yang
terjadi sebelum kehamilan 24 minggu.
f.
hiperemesis lebih sering terjadi, lebih
keras dan lebih lama.
g.
mungkin timbul preeklampsia dan
eklampsia. Terjadinya
preeclampsia dan eklampsia sebelum minggu
kedau empat menuju kearah mola hidatidosa.
h.
kadar gonadotropin tinggi dalam darah
serum pada hari ke 100 atau
lebih sesudah
periode menstruasi terakhir.
3.
Gambaran Diagnosis
Kita
harus mempertimbangkan kemungkinan data-data tentang menstruasi atau uterus
hamil yang lebih lanjut membesar akibat mioma, hidramnion, atau terutama akibat
janin lebih dari satu.
a. Ultrasonografi
Ketapatan
diagnostic yang terbesar diperoleh dari gambaran USG yang khas pada mola
hidatidosa keamanan dan ketepatan pada pemeriksaan sonografi membuat
pemeriksaan ini menjadi prosedur pilihan. Tetapi kita harus ingat bahwa
beberapa stuktur lainnya dapat memperlihatkan gambaran yang serupa dengan
gambaran mola hidatidosa, termasuk mioma uteri dengan kehamilan dini dan
kehamilan dengan janin lebih dari satu. Tinjauan cermat mengenai riwayat
penyakit bersama hasil evaluasi pemeriksaan USG yang cermat dan kalau perlu
diulang satu atau dua minggu kemudian, harus bias menghindari diagnose mola
hidatidosa lewat USG yang keliru ketika kehamilan sebenarnya
normal.
b. Amniografi
Penggunaan
bahan radiopak yang dimasukkan kedalam uterus secara transabdominal akan memberikan
gambaran radiografik khas pada mola hidatidosa. Cavum uteri ditembus dengan
jarum untuk amniosintesis. 20ml hypaque disuntikkan segera dan
5 hingga 10 menit kemudian difoto anteroposterior. Pola sinar x seperti sarang
tawon, khas ditimbulkan oleh bahan kontraks yang mengelilingi
gelembung-gelembung corion. Pada kehamilan normal terdapat sedikit resiko
abortus akibat penyuntikan bahan kontraks hipertonik intra amnion. Dengan
semakin banyaknya sarana USG yang tersedia, teknik pemeriksaan amniografi sudah
jarang dipakai lagi.
c. Pengukuran
kadar corionic gonadotropin
Pengukuran
kadar corionic gonadotropin kadang-kadang digunakan untuk membuat diagnose jika
metode pengukuran secara kuantitatif yang andal telah tersedia, dan variasinya
cukup besar pada sekresi gonadotropin dalam kehamilan normal sudah dipahami
khusus kenaikan kadar gonadotropin yang kadang-kadang menyertai kehamilan
dengan janin lebih dari satu.
d. Uji
Sonde
Sonde (penduga
rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan
kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah ditarik sedikit,
bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan mola (cara Acosta-Sison).
4 .Penatalaksanaan
atau Pengobatan
a. Kuretase
isap (suction curettage)
Apabila
pasien menginginkan keturunan di kemudian hari, penanganan yang dipilih adalah
evakuasi jaringan mola dengan kuretase isap. Dua sampai empat unit darah harus
tersedia karena evakuasi dapat disertai dengan kehilangan darah yang
banyak.setelah evakuasi awal, kontraksi uterus dirangsang dengan oksitosin
intravena untuk mengurangi kehilangan darah.jaringan-jaringan sisa dibersikan
dengan kuretase tajam.spesimennya dikirim secara terpisah ke laboratorium
patologi.
b. Histerektomi
abdominal
Pada mola ini
merupakan suatu alternatif lain bagi pasien yang tidak lagi menginginkan
kehamilan di kemudian hari.Histerektomi menyingkirkan kemungkinan berfungsinya
sel-sel trofoblastik yang tertinggal di dalam uterus setelah kuretase isap dan
mengurai resiko penyakit trofoblastik residual sampai 3-5%.keputusan mengenai
salpingo-ooforektomi adalah tersendiri.setelah pengeluaran mola dan pengurangan
stimulas chorionic gonadotropin,kista teka-lutein ovarium mengalami
regresi secara spontan. Pengangkatan dengan pembedahan hanya diperlukan bila
ada kaitan dengan torsi atau perdarahan.
c. Program
lanjut
Setelah evakuasi suatu kehamilan mola
pasien diamati dengan seksama terhadap serangkaian titer chorionic
gonadotropin (HCG),
menggunakan radioimmunoassay untuk
submit beta, setiap satu atau dua minggu sampai negative. Hilangnya HCG secara
sempurna diperkirakan terjadi dalam 9-15 minggu setelah pengosongan uterus.
Pasien disarankan untuk menghindari kehamilan sampai titer chorionic
gonadotropin negative selama satu tahun. Biasanya diberikan
kontrasepsi oral estrogen-progestin. Pelvis diperiksa secara berkala untuk
menilai ukuran uterus, adneksa untuk kista teka-lutein, dan traktus genitalis
bagian bawah untuk metastase.
Apabila 2
titer chorionic gonadotropin yang berurutan stabil
(plateu) atau meningkat atau apabila tampak adanya metastase, pasien harus
dievaluasi terhadap keganasan neoplasia tropoblastik gestasional dan
kemoterapi. Hamper 15-20% pasien dengan Mola Hidatidosa berkembang gejala
keganasan ssetetal kuretase isap. Dari kelompok ini hamper 80% menderita
penyakit trofoblastik non metastatic sedangkan yang 20% menderita metastase
keluar batas uterus, paling sering ke paru-paru atau vagina. Selain
titer chorionic gonadotropin yang persisten atau
meningkat, gejala keganasan neoplsia trofoblastik gestasional meliputi
perdarahan pervaginam yang persisten, pendarahan intra abdominal dan lesi
perdarahan di paru-paru, hepar, otak, atau ogan-organ lainnya.
5. Prognosis Mola
Hidatidosa
Hampir
20% mola hidatidosa komplet berlanjut menjadi keganasan, sedangkan mola
hidatidosa parsial jarang. Mola yang terjadi berulang disertai tirotoksikosis
atau kista lutein memiliki kemungkinan menjadi ganas lebih tinggi.
Prognosis
Kematian pada mola hidatidosa disebabkan perdarahan, infeksi, payah jantung
atau tirotoksikosis. Sebagian dari pasien mola akan segera sehat kembali
setelah jaringannya dikeluarkan, tetapi ada sekelompok perempuan yang kemudian
menderita degenerasi keganasan menjadi koriokarsinoma.
Bila
tindakan penanganan dan pengobatan telah dilakukan secara cepat dan tepat, maka
ibu dapat berpeluang untuk hamil kembali. Kontrol rutin tetap harus dijalani
sesuai ketentuan prosedur dari dokter. Bila pemeriksaan kadar HCG dalam darah
sampai tiga kali berturut turut negatif, ibu boleh pulng dengan diberi
konseling penggunaan alat kontrasepsi untuk menunda kehamilan.Alat kontrasepsi
pilhan bisa pil, atau IUD.
BAB III
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
Jika seorang wanita yang tengah mengandung
mengalami kesulitan saat melahirkan, ketika janinnya telah berusia enam bulan
lebih, lalu wanita tersebut melakukan operasi sesar. Penghentian kehamilan
seperti ini hukumnya boleh, karena operasi tersebut merupakan proses kelahiran
secara tidak alami. Tujuannya untuk menyelamatkan nyawa ibu dan janinnya
sekaligus. Hanya saja, minimal usia kandungannya enam bulan. Aktivitas medis
seperti ini tidak masuk dalam kategori aborsi; lebih tepat disebut proses
pengeluaran janin (melahirkan) yang tidak alami.
Kehamilan
ektopik adalah suatu kehamilan dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan
tumbuh diluar endometrium kavum uteri. Kehamilan ektopik dapat mengalami
abortus atau ruptur pada dinding tuba dan peristiwa ini disebut sebagai
Kehamilan Ektopik Terganggu.
Sebagian besar kehamilan ektopik terganggu berlokasi di tuba (90%) terutama di ampula dan isthmus. Sangat jarang terjadi di ovarium, rongga abdomen, maupun uterus. Keadaan-keadaan yang memungkinkan terjadinya kehamilan ektopik adalah penyakit radang panggul, pemakaian antibiotika pada penyakit radang panggul, pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim IUD (Intra Uterine Device), riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, infertilitas, kontrasepsi yang memakai progestin dan tindakan aborsi.
Gejala yang muncul pada kehamilan ektopik terganggu tergantung lokasi dari implantasi. Dengan adanya implantasi dapat meningkatkan vaskularisasi di tempat tersebut dan berpotensial menimbulkan ruptur organ, terjadi perdarahan masif, infertilitas, dan kematian. Hal ini dapat mengakibatkan meningkatnya angka mortalitas dan morbiditas Ibu jika tidak mendapatkan penanganan secara tepat dan cepat.
Sebagian besar kehamilan ektopik terganggu berlokasi di tuba (90%) terutama di ampula dan isthmus. Sangat jarang terjadi di ovarium, rongga abdomen, maupun uterus. Keadaan-keadaan yang memungkinkan terjadinya kehamilan ektopik adalah penyakit radang panggul, pemakaian antibiotika pada penyakit radang panggul, pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim IUD (Intra Uterine Device), riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, infertilitas, kontrasepsi yang memakai progestin dan tindakan aborsi.
Gejala yang muncul pada kehamilan ektopik terganggu tergantung lokasi dari implantasi. Dengan adanya implantasi dapat meningkatkan vaskularisasi di tempat tersebut dan berpotensial menimbulkan ruptur organ, terjadi perdarahan masif, infertilitas, dan kematian. Hal ini dapat mengakibatkan meningkatnya angka mortalitas dan morbiditas Ibu jika tidak mendapatkan penanganan secara tepat dan cepat.
Molahidatidosa merupakan kehamilan yang secara
genetik tidak normal yang muncul dalam bentuk kelainan perkembangan
plasenta. Molahidatidosa adalah penyakit yang berasal dari kelainan pertumbuhan
trofoblas plasenta atau calon placenta dan disertai dengan degenerasi kistik
vili dan perubahan hidropik. Hamil anggur atau molahidatidosa adalah kehamilan
abnormal berupa tumor jinak yang terjadi sebagai akibat kegagalan pembentukan “
bakal janin “ sehingga terbentuk jaringan permukaan membran (vili-vili) mirip
gerombolan buah anggur, yakni sel bagian tepi
ovum atau sel telur, yang telah dibuahi, yang nantinya melekat di dinding rahim
dan menjadi plasenta (tembuni) serta membran yang memberi makan hasil
pembuahan. Pengeluaran mola (evakuasi). Pada wanita subur dan masih
menginginkan anak, dapat dilakukan kuret atau kuret hisap. Kuret ulangan
dilakukan sekitar seminggu setelah kuret pertama, untuk memastikan bahwa rahim
benar-benar sudah bersih. Sedangkan bagi wanita usia lanjut atau yang sudah
tidak menginginkan tambahan anak, dilakukan pengangkatan rahim (histerektomi).
2. KRITIK DAN SARAN
Dalam
pembuat makalah kami tidak lepas dari kesalahan dan demi kesempurnaan makalah
kami mengharap kritik dan saran agar pembuatan makalah selanjutnya kami bisa
lebih baik dan cermat.
DAFTAR PUSTAKA
Langganan:
Postingan (Atom)