Sabtu, 01 Februari 2014

ASKEB IV

ASKEB IV PATOLOGI

Tugas Askeb IV (Patologi )
Abortus , KET dan Mola Hidatidosa




DI SUSUN OLEH :
Irma kinanti         201207157
Mutiara saimona 201207104
Nia Ardilla            201207170
Kelas : II C



Akademi Kebidanan Adila
Bandar Lampung
T.A 2014/2015

KATA PENGANTAR
Puji serta syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya  sehingga penulis dapat menyrelesaikn makalah ini sebagai tugas mata kuliah dengan judul “ makalah askeb IV (patologi) tentang abortus, KET dan mola hidatidosa ” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun  terutama dari dosen mata kuliah serta pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Penulis berharap semoga hasil dari penulisan makalah ini kelak dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.



Bandar Lampung, 03 Februari 2014


Penulis
 
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..............................................................................        i
KATA PENGANTAR ..........................................................................        ii
DAFTAR ISI ........................................................................................        iii

BAB I  PENDAHULUAN                                                                     
1.     Latar Belakang............................................................................        1                
2.     Rumusan Masalah  ....................................................................        3
3.     Manfaat Penulisan .....................................................................        3
                                                       
BAB II PEMBAHASAN                              
A.    Abortus .................................................................................        4
1.       Pengertian Abortus     …………………………………        4
2.       Etiologi abortus  ……………………………………….       5
3.       Klasifikasi abortus …………………………………….        6
4.       Efek dan resiko abortus ……………………………….        8
5.       Dampak abortus ……………………………………….        10
6.       Penanganan abortus …………………………………...        10

B.    Kehamilan ektopik terganggu  ……………………………        15
1.       Pengertian KET ……………………………………….        15
2.       Etiologi ………………………………………………..        15
3.       Patosiologi ………………………………………….....        16
4.       Manifestasi klinis ………………………………………      18
5.       Tanda dan gejala ……………………………………….       19
6.       Komplikasi ……………………………………………..      20
7.       Pemeriksaan penunjang …………………………………     21
8.       Penatalaksaan …………………………………………...     23

C.    Mola hidatidosa…………………...........…………………….    24
1.     Pengertian mola hidatidosa …………………………….      24
2.     Tanda dan gejala ………………………………………..      26
3.     Gambaran diagnosis …………………………………….     27
4.     Penatalaksaan atau pengobatan ………………………….    28
5.     Prognosis mola hidatidosa ……………………………….   30       

BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan...........................................................................        31
B.    Saran ....................................................................................        32

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.     Latar Belakang
Abortus atau abortus berulang merupakan kejadian yang paling sering dijumpai pada kehamilan, walapun populasi keduanya berbeda dan penyebabnya masih membutuhkan pemahaman dan penelitian lebih lanjut. Umumnya jumlah prevalensi keguguran sekitar 10-15 % dari semua tanda klinis kehamilan yang dikenali (Simpson dan Carson 1993; Simpson dan Mills 1986; Zimmerman et al. 1996), tapi secara empiris estimasi dan prevalensi masih bervariasi dari yang terendah 2-3% sampai yang tinggi sekitar 30%.1  Tiga penyebab klasik kematian ibu di dunia ini disebabkan oleh 3 faktor yaitu keracunan kehamilan, perdarahan, infeksi  sedangkan penyebab ke empat yaitu abortus. WHO melaporkan setiap tahun 42 juta wanita mengalami kehamilan yang tidak diinginkan unintended pregnancy yang menyebabkan abortus, terdiri dari 20 juta merupakan unsafe abortion,  yang paling sering terjadi pada negara-negara dimana abortus itu illegal. 2
Menurut WHO dan Guttmacher, sekitar 68.000 wanita mati setiap tahunnya dikarenakan komplikasi yang disebabkan oleh unsafe abortion dan sekitar dua juta sampai tujuh juta wanita setiap tahunnya selamat dari unsafe abortion namun penyembuhan jangka panjang ( abortus inkomplit, infeksi (sepsis), perdarahan, dan trauma pada organ internal.

Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri. Kehamilan ektopik dapat mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba dan peristiwa ini disebut sebagai Kehamilan Ektopik Terganggu.
Sebagian besar kehamilan ektopik terganggu berlokasi di tuba (90%) terutama di ampula dan isthmus. Sangat jarang terjadi di ovarium, rongga abdomen, maupun uterus. Keadaan-keadaan yang memungkinkan terjadinya kehamilan ektopik adalah penyakit radang panggul, pemakaian antibiotika pada penyakit radang panggul, pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim IUD (Intra Uterine Device), riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, infertilitas, kontrasepsi yang memakai progestin dan tindakan aborsi.
Gejala yang muncul pada kehamilan ektopik terganggu tergantung lokasi dari implantasi. Dengan adanya implantasi dapat meningkatkan vaskularisasi di tempat tersebut dan berpotensial menimbulkan ruptur organ, terjadi perdarahan masif, infertilitas, dan kematian. Hal ini dapat mengakibatkan meningkatnya angka mortalitas dan morbiditas Ibu jika tidak mendapatkan penanganan secara tepat dan cepat.
Insiden kehamilan ektopik terganggu semakin meningkat pada semua wanita terutama pada mereka yang berumur lebih dari 30 tahun. Selain itu, adanya kecenderungan pada kalangan wanita untuk menunda kehamilan sampai usia yang cukup lanjut menyebabkan angka kejadiannya semakin berlipat ganda.

Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri tumor jinak (benigna) dari chorion penyebab embrio mati dalam uterus tetapi plasenta melanjutkan sel-sel trophoblastik terus tumbuh menjadi agresif dan membentuk tumor yang invasif, kemudian edema dan membentuk seperti buah anggur, karakteristik mola hidatiosa bentuk komplet dan bentuk parsial, yaitu tidak ada jaringan embrio dan ada jaringan embrio.
Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung-gelembung berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada janin, hanya pada mola parsialis kadang-kadang ada janin. Gelembung itu sebesar butir kacang hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung ini dapat mengisi seluruh cavum uteri. Di bawah mikroskop nampak degenerasi hydrotopik dari stoma jonjot, tidak adanya pembuluh darah dan proliferasi trofoblast. Pada bagian pemeriksaan kromosom didapatkan poliploidi dan hampir pada semua kasus mola susunan sex chromatin adalah wanita.
Pada mola hidatidosa, ovaria dapat mengandung kista lutein kadang-kadang hanya pada satu ovarium, kadang-kadang pada kedua-duanya. Kista ini berdinding tipis dan berisi cairan kekuning-kuningan dan dapat mencapai ukuran sebesar sarung tinju atau kepala bayi. Kista lutein terjadi karena perangsangan ovarium oleh kadar gonadotropin chorion yang tinggi, kista ini hilang sendiri setelah mola dilahirkan


2.   Rumusan Masalah
Dalam makalah ini kami merumuskan masalah sebagai berikut:
1.       Menjelaskan tentang abortus
2.       Menjelaskan tentang kehamilan ektopik terganggu
3.       Mengjelaskan tentang mola hidatidosa

3. Tujuan penulisan
Adapun yang menjadi tujuan dari pembuatan makalah tentang abortus adalah:
1.       Untuk dapat mengerti tentang abortus
2.       Untuk dapat mengerti tentang kehamilan ektopik terganggu
3.       Untuk dapat mengerti tentang mola hidatidosa
















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Abortus

1.     Pengertian Abortus
Keguguran adalah pengeluaran hasil konsepsai sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.Di bawah ini dikemukakan beberapa definisi para ahli tentang abortus.
EASTMAN: abortus adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana fetus sanggup hidup sendiri di luar uterus. Belum sanggup diartikan apabila fetus itu beratnya terletak antara 400-1000 gram, atau usia kehamilan kurang dari 28 minggu.
JEFFCOAT: abortus adalah pengeluaran dari hasil konsepsi sebelum usia kehamilan 28 minggu, yaitu fetus belum viable by law.
HOLMER: abortus adalah terputusnya kehamilan sebelum minggu ke 16, dimana proses plasentasi belum selesai.
Aborsi adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) sebelum buah kehamilan tersebut mampuuntuk hidup di luar kandungan/kehamilan yang tidak dikehendaki atau diinginkan.Aborsi itu sendiri dibagi menjadi dua, yaitu aborsi spontan dan aborsi buatan.Aborsi spontan adalah aborsi yang terjadi secara alami tanpa adanya upaya-upaya dari luar (buatan) untuk mengakhiri kehamilan tersebut. Sedangkan aborsi buatan adalah yang terjadi akibat adanya upaya-upaya tertentu untuk mengakhiri proses kehamilan.
Mengugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah “aborsi” berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.
Ternyata MONRO melaporkan bahwa fetus dengan berat 397 gram dapat hidup terus, jadi definisi tersebut di atas tidaklah mutlak. Sungguhpun bayi dengan BB 700-800 gram dapat hidup, tapi hal ini dianggap sebagai suatu keajaiban, makin tinggi BB anak waktu lahir, maka makin besar kemungkinannya untuk dapat hidup terus.

2.      Etiologi Abortus
Faktor-faktor yang menyebabkan kematian fetus adalah faktor ovum sendiri, faktor ibu, dan faktor bapak.
1.     Kelainan Ovum
Menurut HERTIG dkk pertumbuhan abnormal dari fetus sering menyebabkan abortus spontan. Menurut penyelidikan mereka, dari 1000 abortus spontan, maka 48,9% disebabkan karena ovum yang patologis: 3,2% disebabkan oleh kelainan embrio, dan 9,6% disebabkan oleh plasenta yang abnormal.
Pada ovum abnormal 6% diantaranya terdapat degenerasi hidatid vili.Abortus spontan disebabkan oleh karena kelainan dari ovum berkurang kemungkinannyakalau kehamilan sudah lebih dari satu bulan, artinya makin muda kehamilan saat terjadinya abortus makin besar kemungkinan disebabkan oleh kelainan ovum (50-80%).

2.     Kelainan Genetalia Ibu
Misalnya pada ibu yang menderita:
1.     Anomali kongenital (hipoplasia uteri, uterus bikornis, dan lain-lain)
2.     Kelainan letak dari uterus seperti retrofleksi uteri fiksata
3.     Tidak sempurnanya persiapan uterus dalam menanti nidasi dari ovum yang sudah dibuahi, seperti kurangnya progesteron atau estrogen, endometritis, mioma submukosa
4.     Uterus terlalu cepat teregang (kehamilan ganda, mola)
5.     Distorsio uterus, misalnya karena terdorong oleh tumor pelvis

3.      Gangguan Sirkulasi Plasenta
Kita jumpai pada ibu yang menderita penyakit nefritis, hipertensi, toksemia gravidarum, anomali plasenta, dan endarteritis oleh karena lues.
4.      Penyakit-penyakit Ibu
Misalnya pada:
1.     Penyakit infeksi yang menyebabkan demam tinggi seperti pneumonia, tifoid, pielitis, rubeola, demam malta dan sebagainya. Kematian fetus dapat disebabkan karena toksin dari ibu atau invasi kuman atau virus pada fetus.
2.     Keracunan Pb, nikotin, gas racun, alkohol dan lain-lain
3.     Ibu yang asfiksia seperti pada dekompensasi kordis, penyakit paru berat, anemia gravis
4.     Malnutrisi, avitaminosis dan gangguan metabolisme, hipotiroid, kekurangan vitamin A,C atau E, diabetes melitus.

5.  Antagonis Rhesus
Pada antagonis rhesus, darah ibu yang melalui plasenta merusak darah fetus, sehingga terjadi anemia pada fetus yang berakibat meninggalnya fetus.
6.  Terlalu cepatnya korpus luteum menjadi atrofis, atau faktor serviks, yaitu inkompetensi serviks, servisitis.
7.   Perangsangan pada ibu yang menyebabkan uterus berkontraksi umpamanya: sangat terkejut, obat-obat uterotonika, ketakutan, laparatomi dan lain-lain. Atau dapat juga karena trauma langsung teehadap fetus: selaput janin rusak langsung karena instrumen, benda dan obat-obatan.
8. Penyakit Bapak: umur lanjut, penyakit kronis seperti: TBC, anemia, dekompesasis kordis, malnutrisi, nefritis, sifilis, keracunan (alkohol, nikotin, Pb dan lain-lain) sinar rontgen, avitaminosis.

3.     Klasifikasi Abortus
Abortus dapat dibagi atas dua golongan:
a.      Abortus Spontan
Adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis ataupun medisinalis, semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.
b.     Abortus Provakatus (induced abortion)
Adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat. Abortus ini terbagi lagi menjadi:
1.      Abortus Medisinalis (abortus therapeutica)
Adalah abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli.
2.      Abortus Kriminalis
Adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis
.
Klinis Abortus Spontan
 Dapat dibagi atas:
1.     Abortus Kompletus (Keguguran lengkap): artinya seluruh hasil konsepsi dikeluarkan (desidua dan fetus), sehingga rongga rahim kosong.
Terapi: hanya dengan uterotonika
2.     Abortus inkompletus (keguguran bersisa): hanya sebagian dari hasil konsepsi yang dikeluarkan, yang tertinggal adalah desidua atau plasenta.
Gejala: didapati antara lain adalah amenorea, sakit perut, dan mulas-mulas; perdarahan yang bisa sedikit atau banya; sudah keluar fetus atau jaringan. Pada pemeriksaan dalam untuk abortus yang baru terjadi didapati serviks membuka, kadang kadang dapat diraba sisa- sisa jaringan dalam kanalis sevikalis atau kavum uteri, serta uterus yang berukuran lebih kecil dari seharusnya.
Terapi : bila ada tanda- tanda syok maka atasi dulu dengan pemberian cairan dan tranfusi darah. Kemudian keluarkan jaringan secepat mungkin dengan metode digital dan kuretase. Setelah itu beri obat-obat uterotonika dan antibiotika.
3.     Abortus Insipiens (keguguran sedang berlangsung) :adalah abortus yang sedang berlangsung, dengan ostium sudah terbuka dan ketuban yang teraba. Kehamilan tidak dapat dipertahankan lagi.
Terapi : seperti abortus inkompletus.
4.     Abortus Iminens (keguguran membakat) :keguguran memebakat dan akan terjadi. Dalam hali ini keluarnya fetus masih dapat dicegah dengan memberikan obat-obat hormonal dan antispasmodika serta istirahat.
5.     Abortus Abortion : adalahkeadaan dimana janin sudah mati, tetap berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih.
Gejala :dijumpai amenorea; perdarahan sedikit-sedikit yang berulang pada permulaannya,selama observasi fundus tidak bertambah tinggi, malahan tambah rendah.
Terapi :berikan obat dengan maksud agar terjadi his sehingga fetus dan desidua dapat dikeluarkan, kalau tidak berhasil lakukan dilatasi dan kuratase.
6.     Abortus Habitualis (keguguran berulang) :adalah keadaan dimana penderita mengalami keguguran berturut- turut 3 kali atau lebih. Kalau seseorang penderita telah mengalami 2 kali abortus berturu- turut maka optimisme untuk kehamilam berikutnya berjalan normal adalah sekitar 63%.
7.     Abortus Infeksiosus dan Abortus Septik : abortus infeksiosus adalah keguguran yang disertai infeksi genital. Abortus septik adalah keguguran disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau peritoneum.

4.       Efek dan Resiko Abortus
a.      Efek abortus
Pada kasus abortus terdapat beberapa efek. Efek abortus dibagi menjadi 2 yaitu:
1.   Efek Jangka Pendek
·       Rasa sakit yang intens
·       Terjadinya kebocoran uterus
·       Perdarahan yang banyak
·       Infeksi
·       Bagian bayi yang tertinggal di dalam
·       Shock/koma
·       Merusak organ tubuh lain
·       Kematian
2.      Efek Jangka Panjang
·       Tidak dapat hamil kembali
·       Keguguran kandungan
·       Kehamilan tubal
·       Kelahiran Prematur
·       Gejala peradangan di bagian pelvis
·       Hysterectom
·        
b.     Resiko Abortus
Abortus memiliki risiko penderitaan yang berkepanjangan terhadap kesehatan maupun keselamatan hidup seorang wanita. Tidak benar jika dikatakan bahwa seseorang yang melakukan aborsi ia “tidak merasakan apa-apa dan langsung boleh pulang”. Resiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi berisiko kesehatan dan keselamatan secara fisik dan gangguan psikologis. Risiko kesehatan dan keselamatan fisik yang akan dihadapi seorang wanita pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi adalah ;
·       Kematian mendadak karena perdarahan hebat
·       Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal
·       Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan
·       Rahim yang sobek (Uterine Perforation)
·       Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya.
·       Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita).
·       Kanker indung telur (Ovarian Cancer).
·       Kanker leher rahim (Cervical Cancer).
·       Kanker hati (Liver Cancer).
·       Kelainan pada ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada kehamilan berikutnya.
·       Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi ( Ectopic Pregnancy).
·       Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease).
·       Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)

5.     Dampak Abortus
1.     Timbul luka-luka dan infeksi-infeksi pada dinding alat kelamin dan merusak organ-organ di dekatnya seperti kandung kencing atau usus.
2.     Robek mulut rahim sebelah dalam (satu otot lingkar). Hal ini dapat terjadi karena mulut rahim sebelah dalam bukan saja sempit dan perasa sifatnya, tetapi juga kalau tersentuh, maka ia menguncup kuat-kuat. Kalau dicoba untuk memasukinya dengan kekerasan maka otot tersebut akan menjadi robek.
3.     Dinding rahim bisa tembus, karena alat-alat yang dimasukkan ke dalam rahim.
4.     Terjadi pendarahan. Biasanya pendarahan itu berhenti sebentar, tetapi beberapa hari kemudian/ beberapa minggu timbul kembali. Menstruasi tidak normal lagi selama sisa produk kehamilan belum dikeluarkan dan bahkan sisa itu dapat berubah menjadi kanker.

6.      Penanganan Abortus
1.      Abortus spontan adalah penghentian kehamilan sebelum janin mencapai viabilitas (usia kehamilan 22 minggu). Tahapan abortus spontan meliputi :
1. Abortus imminens (kehamilan dapat berlanjut).
2. Abortus insipiens (kehamilan tidak akan berlanjut dan akan berkembang menjadi
abortus inkomplit atau abortus komplit).
3. Abortus inkomplit (sebagian hasil konsepsi telah dikeluarkan).
4. Abortus komplit (seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan).
2.     Abortus yang disengaja adalah suatu proses dihentikannya kehamilan sebelum janin mencapai viabilitas.
3.     Abortus tidak aman adalah suatu prosedur yang dilakukan oleh orang yang tidak berpengalaman atau dalam lingkungan yang tidak memenuhi standar medis minimal atau keduanya.
4.     Abortus septik adalah abortus yang mengalami komplikasi berupa infeksi-sepsis dapat berasal dari infeksi jika organisme penyebab naik dari saluran kemih bawah setelah abortus spontan atau abortus tidak aman. Sepsis cenderung akan terjadi jika terdapat sisa hasil konsepsi atau terjadi penundaan dalam pengeluaran hasil konsepsi. Sepsis merupakan komplikasi yang sering terjadi pada abortus tidak aman dengan menggunakan peralatan.

Penanganan
____________
Jika dicurigai suatu abortus tidak aman terjadi, periksalah adanya tanda-tanda infeksi atau adanya perlukaan uterus, vagina dan usus, lakukan irigasi vagina untuk mengeluarkan tumbuh-tumbuhan, obat-obat lokal atau bahan lainnya.
1.       Penanganan abortus imminens :
1.  Tidak perlu pengobatan khusus atau tirah baring total.
2.  Jangan melakukan aktifitas fisik berlebihan atau hubungan seksual.
3.  Jika perdarahan :
- Berhenti : lakukan asuhan antenatal seperti biasa, lakukan penilaian jika
perdarahan terjadi lagi.
- Terus berlangsung : nilai kondisi janin (uji kehamilan atau USG). Lakukan
konfirmasi kemungkinan adanya penyebab lain. Perdarahan berlanjut,
khususnya jika ditemukan uterus yang lebih besar dari yang diharapkan,
mungkin menunjukkan kehamilan ganda atau mola.
4.  Tidak perlu terapi hormonal (estrogen atau progestin) atau tokolitik (misalnya salbutamol atau indometasin) karena obat-obat ini tidak dapat mencegah abortus.

2.     Penanganan abortus insipiens :
1. Jika usia kehamilan kurang 16 minggu, lakukan evaluasi uterus dengan aspirasi vakum manual. Jika evaluasi tidak dapat, segera lakukan :
- Berikan ergometrin 0,2 mg intramuskuler (dapat diulang setelah 15 menit bilaperlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang sesudah 4 jam bilaperlu).
- Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus.
2. Jika usia kehamilan lebih 16 minggu :
- Tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi lalu evaluasi sisa-sisa hasil konsepsi.
- Jika perlu, lakukan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan intravena
(garam fisiologik atau larutan ringer laktat) dengan kecepatan 40 tetes per
menit untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi.
3. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.


3.     Penanganan abortus inkomplit :
1. Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang 16 minggu,evaluasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg intramuskuler atau misoprostol 400 mcg per
oral.
2. Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang 16 minggu, evaluasi sisa hasil konsepsi dengan :
- Aspirasi vakum manual merupakan metode evaluasi yang terpilih. Evakuasi
dengan kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika aspirasi vakum manual
tidak tersedia.
- Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg
intramuskuler (diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang setelah 4 jam bila perlu).
3. Jika kehamilan lebih 16 minggu :
- Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik atau ringer laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi.
- Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg per vaginam setiap 4 jam sampai
terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg).
- Evaluasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.
Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.

4.       Penanganan abortus komplit :
1. Tidak perlu evaluasi lagi.
2. Observasi untuk melihat adanya perdarahan banyak.
3. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.
4. Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferrosus 600 mg per hari
selama 2 minggu. Jika anemia berat berikan transfusi darah.
5. Konseling asuhan pasca keguguran dan pemantauan lanjut.

Pemantauan Pasca Abortus
__________________________
Insidens abortus spontan kurang lebih 15% (1 dari 7 kehamilan) dari seluruh kehamilan.
Syarat-syarat memulai metode kontrasepsi dalam waktu 7 hari pada kehamilan yang tidak diinginkan :
1. Tidak terdapat komplikasi berat yang membutuhkan penanganan lebih lanjut.
2. Ibu menerima konseling dan bantuan secukupnya dalam memilih metode
kontrasepsi yang paling sesuai.
Metode kontrasepsi pasca abortus :
1. Kondom
- Waktu aplikasinya segera.
- Efektivitasnya tergantung dari tingkat kedisiplinan klien.
- Dapat mencegah penyakit menular seksual.
2. Pil kontrasepsi
- Waktu aplikasinya segera.
- Cukup efektif tetapi perlu ketaatan klien untuk minum pil secara teratur.
3. Suntikan
- Waktu aplikasinya segera.
- Konseling untuk pilihan hormon tunggal atau kombinasi.
4. Implan
- Waktu aplikasinya segera.
- Jika pasangan tersebut mempunyai 1 anak atau lebih dan ingin kontrasepsi
jangka panjang.
5. Alat kontrasepsi dalam rahim
- Waktu aplikasinya segera dan setelah kondisi pasien pulih kembali.
- Tunda insersi jika hemoglobin kurang 7 gr/dl (anemia) atau jika dicurigai
adanya infeksi.
6. Tubektomi
- Waktu aplikasinya segera.
- Untuk pasangan yang ingin menghentikan fertilitas.
- Jika dicurigai adanya infeksi, tunda prosedur sampai keadaan jelas. Jika
hemoglobin kurang 7 gram/dl, tunda sampai anemia telah diperbaiki.
- Sediakan metode alternatif (seperti kondom).
Beberapa wanita mungkin membutuhkan :
1.  Jika klien pernah diimunisasi, berikan booster tetanus toksoid 0,5 ml atau jika dinding vagina atau kanalis servikalis tampak luka terkontaminasi.
2. Jika riwayat imunisasi tidak jelas, berikan serum anti tetanus 1500 unit
intramuskuler diikuti dengan tetanus toksoid 0,5 ml setelah 4 minggu.
3. Penatalaksanaan untuk penyakit menular seksual.
4. Penapisan kanker serviks.


B.     Kehamilan Ektopik Terganggu
1.     Pengertian KET
Istilah ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar kata dari bahasa Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan “berada di luar tempat yang semestinya”. Apabila pada kehamilan ektopik terjadi abortus atau pecah, dalam hal ini dapat berbahaya bagi wanita hamil tersebut maka kehamilan ini disebut kehamilan ektopik terganggu.
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar rongga uterus, tuba falopii merupakan tempat tersering untuk terjadinya implantasi kehamilan ektopik,sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba,jarang terjadi implantasi pada ovarium,rongga perut,kanalis servikalis uteri,tanduk uterus yang rudimenter dan divertikel pada uterus.(Sarwono Prawiroharjho, 2005)
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi di luar rongga uterus. Tuba fallopi merupakan tempat tersering untuk terjadinya implantasi kehamilan ektopik (lebih besar dari 90 %). (Sarwono. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal)
Kehamilan ektopik adalah implantasi dan pertumbuhan hasil konsepsi di luar endometrium kavum uteri. (kapita selekta kedokteran,2001)


2.     Etiologi
1.     Faktor dalam lumen tuba
a.      Endosalpingitis dapat menyebabkan perlekatan endosalping, sehingga lumen tuba menyempit atau membentuk kantong buntu.
b.     Hipoplasia uteri, lumen tuba sempit dan berkeluk-keluk dan hal ini sering disertai gangguan fungsi silia endosalping.
c.      Operasi plastik dan stenlilasi yang tidak sempurna dapat menjadi sebab lumen tuba menyempit.

2.  Faktor pada dinding tuba
a. Endometriosis tuba (tuba tertekuk) dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam tuba.
b. Divertikel tuba kongenital atau ostium asesorius tubae dapat menahan telur yang dibuahi di tempat itu.

3.Faktor diluar dinding tuba
a. Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat perjalanan telur.
b.Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba.

4.    Faktor lain
a. Migrasi luar ovum yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri atau sebaliknya dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus. Pertumbuhan yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi prematur.
b. Fertilisasi in vitro ( pembuahan sel telur dalam kondisi laboratorium, sel telur yang sudah di buahi itu kemudian ditempatkan di dalam rahim wanita).

5.    Bekas radang pada tuba
6.    Kelainan bawaan tuba
7.    Gangguan fisiologik tuba karena pengaruh hormonal
8.    Operasi plastik/riwayat pembedahan pada tuba
9.    Abortus buatan
10.     Riwayat kehamilan ektopik yang lalu
11.     Infeksi pasca abortus
12.     Apendisitis
13.     Infeksi pelvis
14.     Alat kontrasepsi dalam rahim (IUD)
( Winkjosastro, 2005 - Helen Varney, 2007 - Cunningham, 2006)

3.     Patofisiologi
Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang terjadi di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau interkolumnar. Pada nidasi secara kolumnar telur bernidasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar, telur bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup maka ovum dipisahkan dari lumen oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba malahan kadang-kadang sulit dilihat vili khorealis menembus endosalping dan masuk kedalam otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya tergantung dari beberapa faktor, yaitu; tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.
Di bawah pengaruh hormon esterogen dan progesteron dari korpus luteum graviditi dan tropoblas, uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah menjadi desidua. Beberapa perubahan pada endometrium yaitu; sel epitel membesar, nucleus hipertrofi, hiperkromasi, lobuler, dan bentuknya ireguler. Polaritas menghilang dan nukleus yang abnormal mempunyai tendensi menempati sel luminal. Sitoplasma mengalami vakuolisasi seperti buih dan dapat juga terkadang ditemui mitosis. Perubahan endometrium secara keseluruhan disebut sebagai reaksi Arias-Stella.
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi kemudian dikeluarkan secara utuh atau berkeping-keping. Perdarahan yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus disebabkan pelepasan desidua yang degeneratif. 
Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu. Karena tuba bukan tempat pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Beberapa kemungkinan yang mungkin terjadi adalah :
1.      Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Pada implantasi secara kolumna, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi yang kurang dan dengan mudah diresobsi total.
2.      Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena terbukanya dinding pembuluh darah oleh vili korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Segera setelah perdarahan, hubungan antara plasenta serta membran terhadap dinding tuba terpisah bila pemisahan sempurna, seluruh hasil konsepsi dikeluarkan melalui ujung fimbrae tuba ke dalam kavum peritonium. Dalam keadaan tersebut perdarahan berhenti dan gejala-gejala menghilang. 
3.      Ruptur dinding tuba
Penyebab utama dari ruptur tuba adalah penembusan dinding vili korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur tuba sering terjadi bila ovum yang dibuahi berimplantasi pada isthmus dan biasanya terjadi pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur yang terjadi pada pars-intersisialis pada kehamilan lebih lanjut. Ruptur dapat terjadi secara spontan, atau yang disebabkan trauma ringan seperti pada koitus dan pemeriksaan vagina.
           
4.     Manifestasi Klinis
Gambaran klinik kehamilan ektopik sangat bervariasi tergantung dari ada tidaknya ruptur. Triad klasik dari kehamilan ektopik adalah nyeri, amenorrhea, dan perdarahan per vaginam. Pada setiap pasien wanita dalam usia reproduktif, yang datang dengan keluhan amenorrhea dan nyeri abdomen bagian bawah, harus selalu dipikirkan kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik.
Selain gejala-gejala tersebut, pasien juga dapat mengalami gangguan vasomotor berupa vertigo atau sinkop; nausea, payudara terasa penuh, fatigue, nyeri abdomen bagian bawah,dan dispareuni. Dapat juga ditemukan tanda iritasi diafragma bila perdarahan intraperitoneal cukup banyak, berupa kram yang berat dan nyeri pada bahu atau leher, terutama saat inspirasi.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan nyeri tekan pelvis, pembesaran uterus, atau massa pada adnexa. Namun tanda dan gejala dari kehamilan ektopik harus dibedakan dengan appendisitis, salpingitis, ruptur kista korpus luteum atau folikel ovarium. Pada pemeriksaan vaginal, timbul nyeri jika serviks digerakkan, kavum Douglas menonjol dan nyeri pada perabaan.
Pada umumnya pasien menunjukkan gejala kehamilan muda, seperti nyeri di perut bagian bawah, vagina uterus membesar dan lembek, yang mungkin tidak sesuai dengan usia kehamilan. Tuba yang mengandung hasil konsepsi menjadi sukar diraba karena lembek.
Nyeri merupakan keluhan utama. Pada ruptur, nyeri terjadi secara tiba-tiba dengan intensitas tinggi disertai perdarahan, sehingga pasien dapat jatuh dalam keadaan syok.Perdarahan per vaginam menunjukkan terjadi kematian janin. Amenorrhea juga merupakan tanda penting dari kehamilan ektopik. Namun sebagian pasien tidak mengalami amenorrhea karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya.

5.     Tanda dan gejala
Tanda :
1.   Nyeri abdomen bawah atau pelvic, disertai amenorrhea atau spotting atau perdarahan vaginal.
2.   Menstruasi abnormal.
3.   Abdomen dan pelvis yang lunak.
4.   Perubahan pada uterus yang dapat terdorong ke satu sisi oleh massa kehamilan, atau tergeser akibat perdarahan. Dapat ditemukan sel desidua pada endometrium uterus.
5.   Penurunan tekanan darah dan takikardi bila terjadi hipovolemi.
6.   Kolaps dan kelelahan
7.   pucat
8.   Nyeri bahu dan leher (iritasi diafragma)
9.   Nyeri pada palpasi, perut pasien biasanya tegang dan agak gembung.
10.  Gangguan kencing
Kadang-kadang terdapat gejala besar kencing karena perangangan peritoneum oleh darah di dalam rongga perut.
11.  Pembesaran uterus
Pada kehamilan ektopik uterus membesar juga karena pengaruh hormon-hormon kehamilan tapi pada umumnya sedikit lebih kecil dibandingkan dengan uterus pada kehamilan intrauterin yang sama umurnya.
12.  Nyeri pada toucher
Terutama kalau cervix digerakkan atau pada perabaan cavumdouglasi (nyeri digoyang)
13.  Tumor dalam rongga panggul
Dalam rongga panggul teraba tumor lunak kenyal yang disebabkan kumpulan darah di tuba dan sekitarnya.
14.  Perubahan darah
Dapat diduga bahwa kadar haemoglobin turun pada kehamilan tuba yang terganggu, karena perdarahan yang banyak ke dalam rongga perut.
Gejala:
Nyeri:
Nyeri panggul atau perut hampir terjadi hampir 100% kasus kehamilan ektopik. Nyeri dapat bersifat unilateral atau bilateral , terlokalisasi atau tersebar.

Perdarahan:
Dengan matinya telur desidua mengalami degenerasi dan nekrose dan dikeluarkan dengan perdarahan. Perdarahan ini pada umumnya sedikit, perdarahan yang banyak dari vagina harus mengarahkan pikiran kita ke abortus biasa.Perdarahan abnormal uterin, biasanya membentuk bercak. Biasanya terjadi pada 75% kasus
Amenorhea:
Hampir sebagian besar wanita dengan kehamilan ektopik yang memiliki berkas perdarahan pada saat mereka mendapatkan menstruasi, dan mereka tidak menyadari bahwa mereka hamil.

6.     Komplikasi
Komplikasi kehamilan ektopik dapat terjadi sekunder akibat kesalahan diagnosis, diagnosis yang terlambat, atau pendekatan tatalaksana. Kegagalan penegakan diagnosis secara cepat dan tepat dapat mengakibatkan terjadinya ruptur tuba atau uterus, tergantung lokasi kehamilan, dan hal ini dapat menyebabkan perdarahan masif, syok, DIC, dan kematian.
Komplikasi yang timbul akibat pembedahan antara lain adalah perdarahan, infeksi, kerusakan organ sekitar (usus, kandung kemih, ureter, dan pembuluh darah besar). Selain itu ada juga komplikasi terkait tindakan anestesi.

7.     Pemeriksaan Penunjang
Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik belum terganggu demikian besarnya, sehingga sebagian besar penderita mengalami abortus tuba atau rupture tuba sebelum keadaan menjadi jelas. Bila diduga ada kehamilan ektopik yang belum terganggu, maka penderita segera dirawat di rumah sakit. Alat bantu diagnostic yang dapat digunakan ialah ultrasonografi, laparoskopi atau kuldoskopi.
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis mendadak tidak banyak mengalami kesukaran, tetapi pada jenis menahun atau atipik bisa sulit sekali. Untuk mempertajam diagnosis,  maka pada tiap wanita dalam masa reproduksi dengan keluhan nyeri pada perut bagian bawah atau kelainan haid, kemungkinan kehamilan ektopik harus dipikirkan. Pada umumnya dengan anamnesis yang teliti dan pemeriksaan yang cermat diagnosis dapat ditegakkan, walaupun biasanya alat bantu diagnostic seperti kuldosentesis, ultrasonografi dan laparoskopi masih diperlukan anamnesis. Haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu dan kadang-kadang terdapat gejala subyektif kehamilan muda. Nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu, tenesmus, dapat dinyatakan. Perdarahan per vaginam terjadi setelah nyeri perut bagian bawah.
·      Pemeriksaan umun : penderita tampak kesakitan dan pucat, pada perdarahan dalam rongga perut tanda-tanda syok dapat ditemukan. Pada jenis tidak mendadak perut bagian bawah hanya sedikit mengembung dan nyeri tekan.
·      Pemeriksaan ginekologi : tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan serviks menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditemukan. Kavum Douglas yang menonjol dan nyeri-raba menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Suhu kadang-kadang naik, sehingga menyukarkan perbedaan denga infeksi pelvik.
·      Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan hemoglobim dan jumlah sel darah merah berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Pada kasus jenis tidak mendadak biasanya ditemukan anemia, tetapi harus diingat bahwa penurunan hemoglobin baru terlihat setelah 24 jam.
·      Penghitungan leukosit secara berturut menunjukkan adanya perdarahan bila leukositosis meningkat. Untuk membedakan kehamilan ektopik dari infeksi pelvik, dapat  diperhatikan jumlah leukosit. Jumlah leukosit yang melebihi 20.000 biasanya menunjuk pada keadaan yang terakhir. Tes kehamilan berguna apabila positif. Akan tetapi tes negative tidak menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena kematian hasil konsepsi dan degenerasi trofoblas menyebabkan produksi human chorionic gonadotropin menurun dan menyebabkan tes negative.
·      Kuldosentris : adalah suatu cara  pemeriksaan untuk mengetahui apakah kavum Douglas ada darah. Cara ini amat berguna dalam membantu membuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu. Tekniknya :
1.    Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi
2.    Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptic
3.    Speculum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan cunam servik ; dengan traksi ke depan sehingga forniks posterior tampak
4.    Jarum spinal no 18 ditusukkan ke dalam kavum Douglas dan dengan semprit 10 ml dilakukan penghisapan
5.    Bila pada penghisapan ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada kain kasa dan perhatikan apakah darah yang dikeluarkan merupakan :
6.    Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku; darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertususk
7.    Darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku, atau yang berupa bekuan kecil-kecil; darah ini menunjukkan adanya hematokel retrouterina.
·      Ultrasonografi : berguna dalma diagnostic kehamilan ektopik. Diagnosis pasti ialah apabila ditemukan kantong gestasi di luar uterus yang di dalamnya tampak denyut jantung janin. Hal ini hanya terdapat pada ± 5 % kasus kehamilan ektopik. Walaupun demikian, hasil ini masih harus diyakini lagi bahwa ini bukan berasal dari kehamilan intrauterine pada kasus uternus bikornis.
·      Laparoskopi : hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostic terakhir untuk kehamilan ektopik, apabila hasil penilaian prosedur diagnostic yang lain meragukan. Melalui prosedur laparoskopik, alat kandungan bagian dalam dapat dinilai. Secara sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum Douglas dan ligamentum latum. Adanya darah dalam rongga pelvis mungkin mempersulit visualisasi alat kandungan, tetapi hal ini menjadi indikasi untuk melakukan laparotomi.


8.     Penatalaksanaan
Pada kehamilan ektopik terganggu, walaupun tidak selalu ada bahaya terhadap jiwa penderita, dapat dilakukan terapi konservatif, tetapi sebaiknya tetap dilakukan tindakan operasi. Kekurangan dari terapi konservatif (non-operatif) yaitu walaupun darah berkumpul di rongga abdomen lambat laun dapat diresorbsi atau untuk sebagian dapat dikeluarkan dengan kolpotomi (pengeluaran melalui vagina dari darah di kavumDouglas), sisa darah dapat menyebabkan perlekatan-perlekatan dengan bahaya ileus. Operasi terdiri dari salpingektomi ataupun salpingo-ooforektomi. Jika penderita sudah memiliki anak cukup dan terdapat kelainan pada tuba tersebut dapat dipertimbangkan untuk mengangkat tuba. Namun jika penderita belum mempunyai anak, maka kelainan tuba dapat dipertimbangkan untuk dikoreksi supaya tuba berfungsi.
Tindakan laparatomi dapat dilakukan pada ruptur tuba, kehamilan dalam divertikulum uterus, kehamilan abdominal dan kehamilan tanduk rudimenter. Perdarahan sedini mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksia yang menjadi sumber perdarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dari rongga abdomen sebanyak mungkin dikeluarkan. Serta memberikan transfusi darah.
Untuk kehamilan ektopik terganggu dini yang berlokasi di ovarium bila dimungkinkan dirawat, namun apabila tidak menunjukkan perbaikan maka dapat dilakukan tindakan sistektomi ataupun oovorektomi (5). Sedangkan kehamilan ektopik terganggu berlokasi di servik uteri yang sering menngakibatkan perdarahan dapat dilakukan histerektomi, tetapi pada nulipara yang ingin sekali mempertahankan fertilitasnya diusahakan melakukan terapi konservatif

3. Mola Hidatidosa
1. Pengertian mola hidatidosa
Mola Hadatidosa menurut para Ahli :
            Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. (Mochtar, Rustam, dkk, 1998 : 23)
            Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339).
            Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995 : 104).

Mola Hadatidosa secara Umum :
            Mola Hidatidosa ditandai oleh kelainan vili korialis, yang terdiri dari proliferasi trofoblastik dangan derajat yang bervariasi dan edema sroma vilus. Mola biasanya menempati kavum uteri, tetapi kadang-kadang tumor ini ditemukan dalam tuba falopii dan bahkan dalam ovarium. Perkembangan penyakit trofoblastik ini amat menarik, dan ada tidaknya jaringan janin telah digunakan untuk menggolongkannya menjadi bentuk mola yang komplet (klasik) dan parsial (inkomplet)



Karakteristik Mola Hidatidosa bentuk komplet dan parsial :
Gambaran
Mola parsial (inkomplet)
Mola Komplet (klasik)
Jaringan embrio atau janin
Ada
Tidak ada
Pembengkakan hidatidosa pada vili
Fokal
Difus
Hyperplasia                       
Fokal
Difus
Inklusi stroma
Ada
Tidak ada
Lekukan vilosa
Ada
Tidak ada

a.    Mola Hidatidosa Komplet (klasik)

            Vili korialis berubah menjadi kumpulan gelembung yang jernih. Gelembung-gelembung atau vesikula ini bervariasi ukurannya mulai dari yang mudah terlihat sampai beberapa cm, dan bergantung dalam beberapa kelompok dari tangkai yang tipis. Massa tersebut dapat tumbuh cukup besar sehingga memenuhi uterus, yang besarnya bisa mencapai ukuran uterus kehamilan normal lanjut. Berbagai penelitian sitogenetik terhadap kehamilan mola komplet, menemukan komposisi kromosom yang paling sering (tidak selalu) 46XX, dengan kromosom sepenuhnya berasal dari ayah.
            Fenomena ini disebut sebagai androgenesis yang khas ovum dibuahi oleh sebuah sperma haploid yang kemudian mengadakan duplikasi kromosomnya sendiri setelah miosis. Kromosom ovum bias tidak terlihat atau tampak tidak aktif. Tetapi semua mola hidatidosa komplet tidak begitu khas dan kadang-kadang pola kromosom pada mola komplet biSA 46XY. Dalam keadaan ini dua sperma membuahi satu ovum yang tidak mengandung kromosom. Variasi lainnya juga pernah dikemukakan misalnya 45X. jadi mola hidatidosa yang secara morfologis komplet dapat terjadi akibat beberapa pola kromosom.
 b. Mola Hidatidosa Parsial (inkomplet)

            Apabila perubahan hidatidosa bersifat fokal serta belum begitu jauh dan masih terdapat janin atau sedikitnya kantong amnion, keadaan ini digolongkan sebagai mola hidatidosa parsial. Pada sebagian vili yang biasanya avaskuler terjadi pembengkakan hidatidisa yang berjalan lambat, sementara vili lainnya yang vaskular dengan sirkulasi darah fetus plasenta yang masih berfungsi tidak mengalami perubahan. Hyperplasia trofoblastik yang terjadi, lebih bersifat fokal dari pada generalisata. Katiotipe secara khas berupa triploid, yang bias 69XXY atau 69XYY dengan satu komplemen maternal tapi biasanya dengan dua komplemen haploid paternal. Janin secara khas menunjukkan stigmata triploidi yang mencakup malformasi congenital multiple dan retardasi pertumbuhan.

2.     Tanda dan Gejala
       
Tanda dan Gejala yang biasanya timbul pada klien dengan ”mola hidatidosa” adalah :
a.      Amenore dan tanda-tanda kehamilan
b.     Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola.
c.      Pembesaran uterus lebih besar dari usia    kehamilan.                        
d.     Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya DJJ   sekalipun uterus sudah membesar setinggi pusat atau lebih.
e.      Preeklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu.
f.      hiperemesis lebih sering terjadi, lebih keras dan lebih lama.
g.     mungkin timbul preeklampsia dan eklampsia. Terjadinya preeclampsia     dan eklampsia sebelum minggu kedau empat menuju kearah mola hidatidosa.
h.     kadar gonadotropin tinggi dalam darah serum pada hari ke 100 atau lebih            sesudah periode menstruasi terakhir.

3.      Gambaran Diagnosis
            Kita harus mempertimbangkan kemungkinan data-data tentang menstruasi atau uterus hamil yang lebih lanjut membesar akibat mioma, hidramnion, atau terutama akibat janin lebih dari satu.
a.       Ultrasonografi
      Ketapatan diagnostic yang terbesar diperoleh dari gambaran USG yang khas pada mola hidatidosa keamanan dan ketepatan pada pemeriksaan sonografi membuat pemeriksaan ini menjadi prosedur pilihan. Tetapi kita harus ingat bahwa beberapa stuktur lainnya dapat memperlihatkan gambaran yang serupa dengan gambaran mola hidatidosa, termasuk mioma uteri dengan kehamilan dini dan kehamilan dengan janin lebih dari satu. Tinjauan cermat mengenai riwayat penyakit bersama hasil evaluasi pemeriksaan USG yang cermat dan kalau perlu diulang satu atau dua minggu kemudian, harus bias menghindari diagnose mola hidatidosa lewat USG yang keliru ketika kehamilan sebenarnya normal.             
b.      Amniografi
Penggunaan bahan radiopak yang dimasukkan kedalam uterus secara transabdominal akan memberikan gambaran radiografik khas pada mola hidatidosa. Cavum uteri ditembus dengan jarum untuk amniosintesis. 20ml hypaque disuntikkan segera dan 5 hingga 10 menit kemudian difoto anteroposterior. Pola sinar x seperti sarang tawon, khas ditimbulkan oleh bahan kontraks yang mengelilingi gelembung-gelembung corion. Pada kehamilan normal terdapat sedikit resiko abortus akibat penyuntikan bahan kontraks hipertonik intra amnion. Dengan semakin banyaknya sarana USG yang tersedia, teknik pemeriksaan amniografi sudah jarang dipakai lagi.

c.       Pengukuran kadar corionic gonadotropin
Pengukuran kadar corionic gonadotropin kadang-kadang digunakan untuk membuat diagnose jika metode pengukuran secara kuantitatif yang andal telah tersedia, dan variasinya cukup besar pada sekresi gonadotropin dalam kehamilan normal sudah dipahami khusus kenaikan kadar gonadotropin yang kadang-kadang menyertai kehamilan dengan janin lebih dari satu.

d.      Uji Sonde
Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan mola (cara Acosta-Sison).

4 .Penatalaksanaan atau Pengobatan

a.    Kuretase isap (suction curettage)
      Apabila pasien menginginkan keturunan di kemudian hari, penanganan yang dipilih adalah evakuasi jaringan mola dengan kuretase isap. Dua sampai empat unit darah harus tersedia karena evakuasi dapat disertai dengan kehilangan darah yang banyak.setelah evakuasi awal, kontraksi uterus dirangsang dengan oksitosin intravena untuk mengurangi kehilangan darah.jaringan-jaringan sisa dibersikan dengan kuretase tajam.spesimennya dikirim secara terpisah ke laboratorium patologi.
b.    Histerektomi abdominal
Pada mola ini merupakan suatu alternatif lain bagi pasien yang tidak lagi menginginkan kehamilan di kemudian hari.Histerektomi menyingkirkan kemungkinan berfungsinya sel-sel trofoblastik yang tertinggal di dalam uterus setelah kuretase isap dan mengurai resiko penyakit trofoblastik residual sampai 3-5%.keputusan mengenai salpingo-ooforektomi adalah tersendiri.setelah pengeluaran mola dan pengurangan stimulas chorionic gonadotropin,kista teka-lutein ovarium mengalami regresi secara spontan. Pengangkatan dengan pembedahan hanya diperlukan bila ada kaitan dengan torsi atau perdarahan.

c.    Program lanjut
Setelah evakuasi suatu kehamilan mola pasien diamati dengan seksama terhadap serangkaian titer chorionic gonadotropin (HCG),
menggunakan  radioimmunoassay untuk submit beta, setiap satu atau dua minggu sampai negative. Hilangnya HCG secara sempurna diperkirakan terjadi dalam 9-15 minggu setelah pengosongan uterus. Pasien disarankan untuk menghindari kehamilan sampai titer chorionic gonadotropin negative selama satu tahun. Biasanya diberikan kontrasepsi oral estrogen-progestin. Pelvis diperiksa secara berkala untuk menilai ukuran uterus, adneksa untuk kista teka-lutein, dan traktus genitalis bagian bawah untuk metastase.

Apabila 2 titer  chorionic gonadotropin yang berurutan stabil (plateu) atau meningkat atau apabila tampak adanya metastase, pasien harus dievaluasi terhadap keganasan neoplasia tropoblastik gestasional dan kemoterapi. Hamper 15-20% pasien dengan Mola Hidatidosa berkembang gejala keganasan ssetetal kuretase isap. Dari kelompok ini hamper 80% menderita penyakit trofoblastik non metastatic sedangkan yang 20% menderita metastase keluar batas uterus, paling sering ke paru-paru atau vagina. Selain titer  chorionic gonadotropin yang persisten atau meningkat, gejala keganasan neoplsia trofoblastik gestasional meliputi perdarahan pervaginam yang persisten, pendarahan intra abdominal dan lesi perdarahan di paru-paru, hepar, otak, atau ogan-organ lainnya.

5.   Prognosis Mola Hidatidosa

            Hampir 20% mola hidatidosa komplet berlanjut menjadi keganasan, sedangkan mola hidatidosa parsial jarang. Mola yang terjadi berulang disertai tirotoksikosis atau kista lutein memiliki kemungkinan menjadi ganas lebih tinggi.
            Prognosis Kematian pada mola hidatidosa disebabkan perdarahan, infeksi, payah jantung atau tirotoksikosis. Sebagian dari pasien mola akan segera sehat kembali setelah jaringannya dikeluarkan, tetapi ada sekelompok perempuan yang kemudian menderita degenerasi keganasan menjadi koriokarsinoma.
            Bila tindakan penanganan dan pengobatan telah dilakukan secara cepat dan tepat, maka ibu dapat berpeluang untuk hamil kembali. Kontrol rutin tetap harus dijalani sesuai ketentuan prosedur dari dokter. Bila pemeriksaan kadar HCG dalam darah sampai tiga kali berturut turut negatif,  ibu boleh pulng dengan diberi konseling penggunaan alat kontrasepsi untuk menunda kehamilan.Alat kontrasepsi pilhan bisa pil, atau IUD.








BAB III
PENUTUP

1.     KESIMPULAN
 Jika seorang wanita yang tengah mengandung mengalami kesulitan saat melahirkan, ketika janinnya telah berusia enam bulan lebih, lalu wanita tersebut melakukan operasi sesar. Penghentian kehamilan seperti ini hukumnya boleh, karena operasi tersebut merupakan proses kelahiran secara tidak alami. Tujuannya untuk menyelamatkan nyawa ibu dan janinnya sekaligus. Hanya saja, minimal usia kandungannya enam bulan. Aktivitas medis seperti ini tidak masuk dalam kategori aborsi; lebih tepat disebut proses pengeluaran janin (melahirkan) yang tidak alami.

Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri. Kehamilan ektopik dapat mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba dan peristiwa ini disebut sebagai Kehamilan Ektopik Terganggu.
Sebagian besar kehamilan ektopik terganggu berlokasi di tuba (90%) terutama di ampula dan isthmus. Sangat jarang terjadi di ovarium, rongga abdomen, maupun uterus. Keadaan-keadaan yang memungkinkan terjadinya kehamilan ektopik adalah penyakit radang panggul, pemakaian antibiotika pada penyakit radang panggul, pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim IUD (Intra Uterine Device), riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, infertilitas, kontrasepsi yang memakai progestin dan tindakan aborsi.
Gejala yang muncul pada kehamilan ektopik terganggu tergantung lokasi dari implantasi. Dengan adanya implantasi dapat meningkatkan vaskularisasi di tempat tersebut dan berpotensial menimbulkan ruptur organ, terjadi perdarahan masif, infertilitas, dan kematian. Hal ini dapat mengakibatkan meningkatnya angka mortalitas dan morbiditas Ibu jika tidak mendapatkan penanganan secara tepat dan cepat. 

Molahidatidosa merupakan kehamilan yang secara genetik tidak normal yang muncul dalam bentuk kelainan perkembangan plasenta. Molahidatidosa adalah penyakit yang berasal dari kelainan pertumbuhan trofoblas plasenta atau calon placenta dan disertai dengan degenerasi kistik vili dan perubahan hidropik. Hamil anggur atau molahidatidosa adalah kehamilan abnormal berupa tumor jinak yang terjadi sebagai akibat kegagalan pembentukan “ bakal janin “ sehingga terbentuk jaringan permukaan membran (vili-vili) mirip gerombolan buah anggur, yakni sel bagian tepi ovum atau sel telur, yang telah dibuahi, yang nantinya melekat di dinding rahim dan menjadi plasenta (tembuni) serta membran yang memberi makan hasil pembuahan. Pengeluaran mola (evakuasi). Pada wanita subur dan masih menginginkan anak, dapat dilakukan kuret atau kuret hisap. Kuret ulangan dilakukan sekitar seminggu setelah kuret pertama, untuk memastikan bahwa rahim benar-benar sudah bersih. Sedangkan bagi wanita usia lanjut atau yang sudah tidak menginginkan tambahan anak, dilakukan pengangkatan rahim (histerektomi).

2.     KRITIK DAN SARAN
Dalam  pembuat makalah kami tidak lepas dari kesalahan dan demi kesempurnaan makalah kami mengharap kritik dan saran agar pembuatan makalah selanjutnya kami bisa lebih baik dan cermat.



 DAFTAR PUSTAKA